MEDAN - Pemerintah Kota Medan menargetkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak dan retribusi mencapai Rp1,2 triliun. Target tersebut lebih kecil dari perkiraan yang mencapai Rp1,8 triliun.
Wali Kota Medan Rahudman Harahap mengatakan, jika mengacu pada potensi dan objek pajak yang ada, maka PAD dari sektor pajak dan retribusi yang diproyeksikan terbilang cukup kecil. Oleh karena itu, reposisi yang dilakukan terhadap dinas terkait diharapkan dapat memenuhi target tersebut secara maksimal.
"Menurut saya Rp1,2 trliun itu cukup realistis. Saya optimistis target itu dapat dipenuhi tahun ini. Sukur-sukur bisa lebih dan mencapai Rp1,8 triliun seperti yang kita pernah perhitungkan. Untuk itu, saya sudah meminta Dinas Pendapatan Daerah yang baru untuk segera melakukan maping. Hasil maping itu nantinya akan kita gunakan untuk ekstensifikas atas potensi dan objek pajak yang ada," jelasnya kepada Okezone, Senin (4/2/2013).
Optimisme pencapaian PAD tersebut diakui Rahudman akan ditindaklanjuti dengan pembentukan tim terpadu untuk memastikan kegiatan pengutipan pajak berjalan secara maksimal. Tim terpadu ini akan melibatkan berbagai pihak di internal pemerintah kota sehingga pencatatan wajib pajak baru dan pengutipan pajak tidak terkendala proses administrasi.
"Wajib pajak yang sudah ada harus dikejar. Terus pula dilakukan pencatatan untuk wajib pajak baru. Masyarakat juga harus berperan aktif. Semua golongan harus memenuhi kewajiban pajaknya. Begitupula untuk retribusi juga akan kita maksimalkan dengan peningkatan target kepada pihak ketiga pengelola, maupun yang kita kutip langsung. Maka itu harus ada tim karena ini kan melibatkan cukup banyak administratif juga," ungkapnya.
Sementara itu, pemerhati kebijakan pemerintah Sumatera Utara, Aulia Akbar mengatakan, minimnya target PAD dari retribusi dan pajak ini mencerminkan kegagalan pemerintah mengelola aset publik di Medan. Ekonomi berbiaya tinggi yang dilahirkan pemerintah dengan kebijakannya selama ini justru menguntungkan para mafia pajak dan retribusi daerah. Ironisnya seringkali proses tender pengelolaan aset publik itu justru kental dengan aroma korupsi dan premanisme.
"Saya pikir masuk angin lah kalau cuma segitu. Apalagi kalau kita lihat Medan sekarang. Pembangunan hotel dan mal yang seolah enggak berhenti. Lalu jalanan umum yang disulap jadi lahan parkir. Belum lagi pasar-pasar yang sampai tumpah ke jalan. Itu semua secara riil ada angkanya," pungkasnya.