JAKARTA - Pemerintah dan Komisi XI DPR akhirnya menyetujui asumsi makro terkait pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Perubahan asumsi makro ini dilakukan, mengingat kondisi perekonomian global yang belum menunjukkan adanya perbaikan yang berarti.
Pengamat ekonomi Nina Septi Triaswati memandang bahwa asumsi makro yang telah diajukan pemerintah dalam APBN-Perubahan masih cukup relevan. Perubahan harus dilakukan, mengingat pemerintah akan menerapkan kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
"Asumsi makro pemerintah tersebut saya rasa masih cukup relevan dengan perubahan target inflasi dari 4,9 persen menjadi 7,02 persen, dan pertumbuhan ekonomi dari 6,8 persen menjadi 6,2 persen," kata Nina saat dihubungi Okezone di Jakarta, Rabu (29/5/2013).
Nina mengatakan, pertumbuhan ekonomi masih bisa dikejar diangka 6,2 persen, asalkan pemerintah serius bisa menyerap anggaran terutama dalam pembangunan infrastruktur. "Apakah pemerintah bisa menyerap anggaran yang ada, terutama untuk pembangunan infrastruktur. Jadi intinya tergantung usaha pemerintah," tuturnya.
Menurutnya, meski rating ekonomi Indonesia menurun dari positif ke stabil, namun tidak akan banyak berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, meski angka investasi mengalami pelambatan, namun ekonomi masih terus bertumbuh. "Rating itu hanya sinyal saja, investasi kita masih bisa terus tumbuh. Data BKPM saja menunjukkan investasi masih terus tumbuh," Ujar dia.
Selain itu, Nina menilai inflasi sebesar 7,02 persen masih bisa dijaga. Pasalnya, belanja masyarakat akan terus meningkat terutama menjelang lebaran dan tahun politik.
"Relevansinya justru menjelang tahun politik ini, karena nanti politisi akan banyak membeli mobil, spanduk dan yang lainnya untuk keperluan kampanye. Jadi konsumsi akan terus meningkat," tutup dia.
(Martin Bagya Kertiyasa)