JAKARTA - Kementrian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dalam rangka sinergi ABG (Academic, Business dan Government) menginisiasi kerjasama antara Pusat Studi Biofarmaka (PSB-IPB) dengan industri jamu di bawah koordinasi Gabungan Pengusaha Jamu.
Dalam kesepakatan tersebut akan ditandatangani kesepakatan bersama Kementerian Ristek, IPB dan Gabungan Pengusaha Jamu.
Kesepakatan tersebut meliputi kerja sama pendidikan dan pemagangan untuk peningkatan Sumber Daya Manusia di bidang jamu, penyediaan bahan baku terstandar untuk pemenuhan kebutuhan industri dan pengembangan produk jamu melalui penelitian dasar dan terapan yang dapat diimplementasikan oleh industri.
Menteri Ristek Gusti Muhammad Hatta mengatakan produk-produk yang dihasilkan lembaga penelitian belum bisa dipasarkan. Dengan adanya ini, pemerintah akan membantu pengusaha jamu untuk menjual produk hingga dipatenkan dengan menjembatani.
"Selama ini kan publikasi temuan ilmuwan kita kurang. Mereka tahunya teliti. Harus ada yang bantu menjual, nah dengan ini kita bisa bantu mereka," ungkap Gusti di Gedung BPPT, Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Gusti menjelaskan, melalui program ini akan mendorong untuk menghasilkan produk dan teknologi yang didapat digunakan oleh industri dan pelaku usaha untuk meningkatkan daya saingnya.
"Saat ini ada sekitar 12 Pusat Unggulan Iptek yang dibina oleh pemerintah, namun hanya ada 3 yang telah diresmikan. Sedangkan 2 PUI akan diresmikan tahun ini. 3 itu yakni Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka), Jember dan Lembaga Penyakit Tropis Universitas Airlangga (LPT-Unair) Surabaya," jelasnya.
Menurut Gusti, pengembangan pusat riset penting karena menghasilkan produk dari hulu-hilir, itu untuk menambah nilai tambah. "kita bisa menguasai teknologi, sekaligus kita membuka kesempatan kerja," tambahnya.
Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Jamu Charles Saerang mengatakan guna mengimplementasi perjanjian tersebut pihaknya akan berkontribusi dengan membantu penelitian yang dilakukan.
"Untuk tahap awal, kami akan menanamkan investasi Rp1 miliar dalam mendukung satu jenis jamu dari IPB tersebut. Sekarang ini pasar jamu mencapai Rp13 miliar. Kalau saya bisa bantu Rp1 miliar sampai jadi barangnya siap dijual, kan saya yakin bisa jual Rp4 miliar. Daripada bikin sendiri, kualitas tidak bagus dan beban biaya mahal itu malah membuat overlaping," jelas Charles.
Dari data Gabungan Pengusaha Jamu, penjualan obat herbal/jamu di Indonesia pada 2010 menembus angka Rp7,2 triliun dan pada tahun 2011 mencapai Rp12 triliun, lalu terus meningkat di tahun 2012 menjadi Rp 13 triliun. Bahkan menurut data riset sekitar 93 persen masyarakat yang pernah minum jamu menyatakan bahwa minum jamu memberikan manfaat bagi tubuh
"Namun sayangnya, pangsa jamu baru 30 persen dari total konsumsi obat nasional," tandasnya. (wan)
(Widi Agustian)