SOLO – Kendati nilai rupiah belakangan ini melemah terhadap nilai dolar Amerika Serikat, namun kondisi perekonomian dan perbankan nasional saat ini sangat relatif normal.
"Namun demikian harus waspada terhadap risiko likuiditas yang mengetat akibat capital outflow serta ketimpangan distribusi likuiditas," ujar Kepala Divisi Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Moch Doddy Ariefianto saat bertemu wartawan, di Solo, Jawa Tengah, Rabu (28/8/2013).
Doddy mengatakan, saat ini yang terjadi di Indonesia bukan merupakan keterpurukan ekonomi melainkan gejolak turbulensi. Kendati turbulensi, namun harus tetap ditangani secara serius lantaran kondisi saat ini lebih rentan dibanding kondisi yang terjadi di Indonesia sebelumnya.
Menurut Kepala Divisi Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan LPS, turbulensi ekonomi yang terjadi saat ini tidak hanya dialami Indonesia, tetapi Negara-negara berkembang lainnya juga mengalami serupa, kecuali China.
Posisi LPS, menurut Doddy, dalam empat pilar penjaga stabilitas perekonomian Indonesia memang bukan berada di depan atau lapis pertama, tetapi di lapis kedua. Tetapi LPS memang harus efektif dalam menjalankan tugasnya. "Namun haruslah realistis," tandasnya.
Sebab, lanjut Doddy, kalau kondisi seperti sekarang ini berlanjut, maka akan ada bank yang tidak mampu bertahan. Karena itu LPS harus siap menjamin simpanan nasabah sesuai UU yang berlaku. Karena fungsi LPS adalah menjamin simpanan nasabah bank hingga Rp2 miliar per nasabah per bank.
"Sedang simpanan nasabah yang layak bayar dipersyaratkan nasabah yang memenuhi criteria layak bayar, seperti tercatat, tidak mempunyai kredit macet dan tidak melampaui bunga LPS," pungkasnya. (wan)
(Widi Agustian)