JAKARTA - Tibalah kita pada H-17 pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak gelombang kedua pada 15 Februari 2017 di 101 daerah dari tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Moment of truth bagi sebagian daerah di Indonesia.
Lagu yang ditembangkan grup band Cokelat, Lima Menit untuk Lima Tahun, menyambut Pemilu 2009 mengingatkan kita pentingnya untuk memilih. Bukan hanya asal memilih, tetapi memilih yang terbaik. Bagi si Polan, seorang investor saham, memilih calon kepala daerah yang terbaik mirip memilih sebuah saham pemenang.
Si Polan berusaha mencari sebanyak mungkin informasi mengenai pasangan calon kepala daerah (paslonkada). Bak analis saham kawakan, dia bedah semua aspek fundamental para pasangan calon. Dari latar belakang, visi, gaya kepemimpinan, kecerdasan, hingga janji atau kontrak politik pada berbagai aspek. Misalnya, ekonomi, pendidikan, kesejahteraan rakyat, pembangunan infrastruktur, HAM, tenaga kerja, pertanian, penegakan hukum, birokrasi pemerintahan dan hankam.
Apakah sasaran dan program yang dijanjikan solid, terukur dan realistis? Sebagai fundamentalist sejati, Si Polan membedah masalah tata kelola atau governance, yakni masalah moral hazard antara pemegang saham (rakyat) dan manajemen (pemerintah daerah dan partai politik pendukung). Dia yakin bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan banyak berarti jika rakyat tidakmenikmatinya secara maksimal karena dikorup oleh manajemen. Maka, aspek kepala daerah yang memiliki tata kelola yang amanah (good governance) patut menjadi pertimbangan utama.
Harap maklum, tingkat korupsi di Indonesia masih tetap tinggi. Buktinya Komisi Pemberantasan (KPK), Agustus 2016 silam mengungkap adanya 18 gubernur dan 343 bupati/ wali kota yang terjerat kasus korupsi. Badan anti korupsi dunia, Transparency International, beberapa waktu lalu mengeluarkan laporan tahunan atas hasil upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan 176 negara setahun terakhir ini (diukur dengan Corruption Perception Index-CPI).
Indonesia memperoleh nilai CPI 37 dari nilai maksimal 100 dan berada di peringkat ke 90. Dari sisi skor ada kenaikan satu poin, tetapi dari sisi peringkat terjadi penurunan dua tingkat dari tahun lalu. Meski berusaha untuk rasional, dalam memilih si Polan sedikit banyak dipengaruhi oleh aspek psikologis. Untungnya dia teringat ilmu behavioral finance sehingga berusaha mengoptimalkan pilihan dengan meminimalkan bias psikologis. Misalnya, confirmation bias.