JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak penundaan kawasan perdagangan bebas atau free trade area ASEAN-China (FTA ASEAN-China). Meskipun kredibillitas pemerintah Indonesia dipastikan merosot, jika menunda keikutsertaan.
"Pemerintah harus konsisten ikut dalam perjanjian dagang FTA ASEAN-China, sehingga tidak kehilangan muka di mata internasional, tapi pertanyaan besarnya adalah kita belum siap. Perbandingan dahulu dengan sekarang, kita ketemu pemerintah pekan depan untuk menunda di kisaran tiga tahun lagi, meskipun tidak disamakan waktunya," ungkap Ketua Umum Nasional Apindo Sofyan Wanandi, saat konferensi pers, di Plaza Great River Indonesia, Jakarta, Kamis (17/12/2009).
Saat ini, pemerintah Indonesia menghadapi permintaan sejumlah dunia usaha yang menghendaki penundaan implementasi FTA ASEAN-China.
"Ada sekira 16 sektor usaha menyatakan, belum siap memasuki pasar bebas yang dijadwalkan mulai 1 Januari 2010, pekan depan kita ketemu dengan pemerintah," ujarnya.
Sektor yang keberatan dibukanya pasar bebas ASEAN-China tersebut antara lain tekstil, baja, ban, mebel, pengolahan kakao, industri alat kesehatan, kosmetik, aluminium, elektronika, petrokimia hulu, kaca lembaran, sepatu, mesin perkakas, dan kendaraan bermotor. "Saya bertemu dengan sejumlah asosiasi, dan mereka betul-betul menyatakan kesulitan," katanya.
Indonesia menurutnya berada pada posisi sulit, di satu sisi sebagian besar sektor usaha tidak siap. Namun di sisi lain perjanjian yang telah ditandatangani Kepala Negara sulit untuk dibatalkan.
"Tidak mungkin yang sudah disepakati di jaman Presiden Megawati kemudian dibatalkan. Mau dibawa ke mana muka pemerintah? Padahal Indonesia bertekad menjadi salah satu pemimpin ekonomi di ASEAN," kata Sofyan.
Meskipun begitu, Sofyan tidak menyebutkan sikap pasti pribadinya soal wacana penundaan tersebut. Sofyan hanya menjelaskan, kalau terpaksa menunda, maka pemerintah harus siap kerja keras dengan menerapkan kebijakan nontarif barrier, dan antidumping demi menyelamatkan industri dalam negeri.