JAKARTA - Pengalihan kepemilikan saham Blok West Madura Offshore menjelang berakhirnya kontrak dinilai menyalahi undang-undang (UU) dan konstitusi.
Hal tersebut diungkapkan Pengamat Perminyakan, Kurtubi, saat dihubungi okezone, di Jakarta, Senin (25/4/2011).
Sebelumnya, kepemilikan saham West Madura dimiliki oleh Pertamina 50 persen, Kodeco 25 persen, dan CNOOC 25 persen. Menjelang habisnya masa kontrak tersebut, ada pengalihan saham oleh Kodeco ke PT Sinergindo Cahaya Harapan dan CNOOCK ke Pure Link Ltd.
Kepemilikan saham menjadi Pertamina 50 persen, Kodeco 12,5 persen, CNOOC 12,5 persen, PT Sinergindo Citra Harapan 12,5 persen, dan Pure Link Investement Ltd 12,5 persen. Meski Kodeco hanya memiliki 12,5 persen tetapi tetap menjadi operator di blok tersebut sampai ada keputusan pengelolaan selanjutnya.
"Keputusan untuk mengesahkan penjualan sebagian saham Kodeco dan CNOOC ke perusahaan baru dan disahkan sementara kontrak mau berakhir merupakan keputusan yang salah,” ungkap Kurtubi.
Kurtubi menjelaskan, pelanggaran undang-undang dan konstitusi itu adalah dengan menyerahkan kekayaan negara kepada pihak asing. "Semestinya hal itu dikembalikan ke negara untuk dikeloala oleh negara untuk kepentingan rakyat," jelasnya.
Dia juga menyarankan, seharusnya saham West Madura sepenuhnya dimiliki pemerintah. "100 persen itu seharusnya menjadi milik negara, dan ini tentunya harus dikembalikan ke Pertamina. Karena hanya Pertamina lah perusahaan negara yang bisa mengelola itu,” sarannya.
Menurutnya, Menteri ESDM harus segera membatalkan pengalihan saham tersebut, bila tidak presiden lah yang harus turun tangan. “Bila tidak juga dilakukan, maka Presiden harus turun tangan. Sebab, pengalihan saham itu melanggar konstitusi,” tegasnya.