JAKARTA - Sejumlah terobosan yang dilakukan Menteri BUMN Dahlan Iskan memang selayaknya diapresiasi, utamanya jika dipahami dalam kerangka mewujudkan good corporate governance di lingkungan BUMN.
Namun masalahnya, tindakan Dahlan, sebagai profesional berlatar belakang swasta, yang ingin menerapkan budaya korporasi ke dalam perusahaan BUMN, tidak jarang dilakukan dengan meninggalkan budaya birokrasi.
"Itu sebabnya, Pak Menteri terkesan menabrak aturan," ujar Ketua Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Abdul Latif, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (1/4/2012).
Namun, khusus yang bertemali dengan pelanggaran aturan terkait dengan dilewatinya mekanisme TPA dalam pemilihan direksi BUMN, Abdul Latif sependapat bahwa hal itu tidak dapat ditelorir.
"Itu pelanggaran hukum. Dan kalau sudah bicara hukum, Presiden pun terikat pada ketentuan yang tidak bisa dilanggar," tegas Latif.
Jadi? Agar keinginan Dahlan Iskan untuk "membedah BUMN" dan menjadikan BUMN yang efisien dan berdaya saing lebih, Abdul Latif memberikan beberapa usulan solusi. Pertama, dalam rangka membangkitkan dan menularkan "virus perubahan", Dahlan harus mempunyai skala prioritas. Artinya, mana yang penting dan perlu didahulukan.
Kedua, dalam membuat kebijakan, Dahlan Iskan juga harus mempunyai "teamwork yang solid". Ketiga, teamwork bagus tersebut utamanya dalam bidang hukum dan regulasi. "Pak Dahlan kan orang dari luar. Dia harus didukung tim yang paham aturan," tukasnya.
Satu hal, lanjut Latif, meski ketiga syarat tersebut telah ada, hal lain yang harus disadari oleh Menteri BUMN dalam pembuatan kebijakan adalah bahwa tidak semua orang suka perubahan.
"Dan, tantangan antiperubahan tersebut lebih sering berasal dari dalam BUMN itu sendiri," pungkasnya.