JAKARTA - Perselisihan pendapat antara pengusaha dan pihak PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) diharapkan bisa segera menemukan titik temu. Jalan tengah antara persoalan tersebut diperlukan agar industri tidak mati suri.
"Seharusnya memang ada pembicaraan antara PGN dan dunia usaha, bussiness to bussiness (b-to-b), pendekatannya agar tidak memberatkan dua-duanya," ungkap Menko Perekonomian Hatta Rajasa, kala ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (8/6/2012).
Hatta melanjutkan, jika titik temu tersebut harus dicari agar tidak ada yang terbebani. "Kalau itu b to b, tapi kita bisa memfasilitasi nanti agar industri kita tidak mati," jelas dia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Gapmmi Franky mengatakan, kenaikan gas sebesar 55 persen, yang akan diberlakukan oleh PGN, dilakukan tanpa mengajak bicara para asosiasi-asosiasi perusahaan. Dia menjelaskan, berdasarkan surat dari PGN, kenaikan 55 persen tersebut akan mengakibatkan kenaikan cost perusahaan-perusahaan pengguna gas 20-30 persen.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan forum asosiasi industri bahkan berencana melayangkan surat ke Presiden dalam waktu dekat. Hal ini dilakukan karena adanya kenaikan gas 55 persen yang diterapkan PGN kepada industri.
Sementara, Forum Lintas Asosiasi Industri meminta kenaikan gas itu terjadi secara bertahap. Forum yang beranggotakan kurang lebih 31 asosiasi industri ini mempunyai permintaan sebagai berikut:
Naik pada Juli 2012 sebesar 15 persen menjadi USD5,82. Lalu pada Januari 2013, naik 11 persen menjadi USD6,4, kemudian pada Juli 2013 sebesar 11 persen menjadi USD7, dan terakhir naik pada Januari 2014 sebesar 11 persen menjadi USD7,7.
(Martin Bagya Kertiyasa)