"Pengembangan Inovasi Hanya Sebatas Riset"

Sandra Karina, Jurnalis
Selasa 12 Juni 2012 16:46 WIB
Share :

JAKARTA - Ego sektoral serta tidak adanya koordinasi terkait kebijakan pemerintah menghambat pengembangan inovasi di dalam negeri. Hal ini membuat inovasi di Indonesia hanya terbatas pada level riset dan temuan tingkat akademisi serta tidak menyentuh aspek permintaan pasar.

"Ada minat untuk pengembangan inovasi, tapi tidak ada insentifnya. Terbukti, anggaran RnD kita terendah. Swasta tidak mau masuk karena tidak ada insentif," kata Ketua Komite Inovasi Nasional (KIN) Zuhal, di Jakarta, Selasa (12/6/2012). 

Menurutnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak memahami bahwa pemberian insentif untuk inovasi dapat mendorong pengembangan industri nasional, penciptaan lapangan kerja, dan menghasilkan pemasukan pajak.

"Kemenkeu hanya peduli soal penerimaan pajak besar tanpa paham multiefek insentif untuk industri dan inovasi," ucapnya.

Menurutnya, pemerintah bisa mengalokasikan anggaran minimal satu persen dari total GDP untuk mendukung pengembangan inovasi.

KIN, kata dia, merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengubah paradigma, yakni dari saat ini yang hanya mengandalkan eksploitasi sumber daya alam (SDA) menjadi penguatan produksi bernilai tambah.

Dia mencontohkan, inovasi teknologi mobil hibrida. Pasalnya, kata dia, selama ini BBM banyak digunakan.

"Paling penting, pemerintah memiliki ketegasan sikap dan kemauan politik. Pemerintah China perlu dicontoh. Mereka membuka ruang untuk produk-produk global. Mereka menawarkan insentif-insentif. Dengan syarat, membangun pabrik di sana dan melakukan transfer teknologi. Berbeda dengan di sini. Karena kurang mampu bernegosiasi, akibatnya alih teknologi perusahaan global di Indonesia tidak optimal. Akibatnya, kita hanya bisa merakit," jelasnya.

Penguatan koordinasi dan penekanan ego sektoral untuk kebijakan berbasis pendidikan dibutuhkan Indonesia untuk mengembangkan inovasi.

Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Suryo Bambang Sulisto mengatakan, industri serta produk yang dihasilkannya harus memiliki nilai tambah.

"Diversifikasi ekonomi kita mengharuskan adanya diversifikasi pelatihan dan edukasi yang mengadaptasi kemampuan serta teknologi baru," kata SBS.

Kolaborasi antara akademisi dan bisnis, kata dia, bisa membuka jalan untuk melakukan transfer teknologi dan pelatihan serta memberikan peluang bagi generasi muda dan tenaga kerja yang memiliki talenta. (gna)

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya