Investasi Industri Pertahanan Ditargetkan Rp100 Triliun

Sandra Karina, Jurnalis
Jum'at 15 Juni 2012 17:50 WIB
Ilustrasi. (Foto: Okezone)
Share :

BONTANG - Pemerintah menargetkan nilai investasi industri pertahanan nasional bisa mencapai sekira Rp100 triliun dalam waktu lima tahun. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pihaknya akan terus mendorong masuknya investasi di industri pertahanan, baik oleh swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Nilai investasi tersebut, kata dia, terdiri dari berbagai macam sektor di industri pertahanan, seperti alat utama sistem senjata (alutsista), pabrik peluru kendali (rudal), dan bahan peledak berkekuatan rendah atau amonium nitrat. Peningkatan investasi, kata dia, nantinya juga akan meningkatkan jumlah devisa negara.

"Pemerintah menargetkan, investasi industri pertahanan itu sekira Rp100 triliun dalam lima tahun," kata Purnomo usai peresmian pabrik amonium nitrat PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang, Kalimantan Timur, Jumat (15/6/2012).

Menurutnya, target tersebut bisa terpenuhi tidak hanya melalui pembangunan pabrik baru, tapi juga penambahan investasi serta kapasitas produksi. Dia mencontohkan, pabrik amonium nitrat PT KNI yang senilai Rp4 triliun, saat ini kapasitas produksinya 300 ribu ton per tahun, sebelumnya hanya sekira 120 ribu hingga 150 ribu ton per tahun.

Purnomo memperkirakan, kebutuhan amonium nitrat nasional akan terus meningkat pada 2014-2015 menjadi 800 ribu ton per tahun. Sedangkan untuk saat ini, kata dia, kebutuhan amonium nitrat adalah sekira 600 ribu ton per tahun. "Ditambah produksi MNK (PT Multi Nitrotama Kimia) di Cikampek, Karawang, Jawa Barat. Produksi dalam negeri menjadi lebih besar," ucapnya.

Seperti diketahui, saat ini hanya ada dua pabrik amonium nitrat di dalam negeri yakni PT KNI dan PT MNK. Sebenarnya, ada satu lagi perusahaan BUMN yang juga berlokasi di Bontang yakni PT Dahana, namun hingga kini masih belum diketahui secara jelas soal investasinya. Lebih lanjut Purnomo menjelaskan, PT Batuta tengah menjajaki investasi pembangunan pabrik amonium nitrat di Bontang. Dia mengaku sudah menerima proposal rencana investasi PT Batuta. Menurutnya, investasi pembangunan pabrik amonium nitrat berpotensi besar untuk dikembangkan di wilayah Bontang.

"Karena pasokan gas ada. Akan ada pengembangan gas. Impor amonium nitrat akan berkurang sekali karena tingginya kebutuhan dan investasi. Proposal Batuta akan kita saring dan dorong serta bisa memenuhi kebutuhan lebih besar," jelasnya.

Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek menambahkan, pihaknya mendukung investor di Bontang dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif, keamanan berinvestasi, menjamin kepastian hukum, serta mempermudah perizinan.

Awang mengungkapkan, Bontang menempati urutan kelima dari 33 provinsi terkait penanaman modal asing (PMA), nomor ketiga untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN), dan masuk dalam 10 besar regional champion investasi. Dia menyebutkan, realisasi investasi di Bontang pada tahun lalu mencapai Rp38 triliun, atau melampaui target awal yang sebesar Rp32 triliun.

"Tahun ini kami targetkan Rp42 triliun. Termasuk industri batu bara. Dua blok migas sedang dikembangkan," ucapnya.

Purnomo mengatakan, industri amonium nitrat mampu menunjang pertumbuhan sektor pertambangan dan energi. Sedangkan sektor pertambangan dan energi merupakan sektor strategis yang berkontribusi besar terhadap APBN. Selain bisa menekan impor yang sekira 70-80 persen, investasi amonium nitrat, kata dia, juga akan terus meningkat seiring dengan kondisi perekonomian Indonesia yang semakin membaik. Sementara itu, dia menjelaskan, pembangunan pabrik PT KNI tersebut juga bekerja sama dengan perusahaan asing.

"Kerjasama Orica dan KNI bukan hanya bisnis tapi investasi cukup besar. KNI mampu mengintegrasikan kerja sama tiga negara yakni Indonesia, Jerman dan Australia," paparnya.

Direktur Utama PT KNI Antung Pandoyo optimistis, PT KNI bakal menjadi produsen amonium nitrat terbesar di Indonesia, bahkan mungkin di Asia Tenggara. PT KNI, kata dia, akan berperan penting sebagai aset nasional untuk melayani industri pertambangan di dalam negeri. Pembangunan pabrik tersebut, lanjutnya, juga akan menghemat devisa negara hingga USD150 juta.

"USD150 juta asumsinya harga USD500 per ton. Itu dikali 300 ribu ton. Kalau harga USD600 maka akan lebih besar," tandasnya.

(Widi Agustian)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya