JAKARTA - Krisis perekonomian yang terjadi di uni Eropa dan perlambatan ekonomi di Amerika Serikat (AS), perlahan telah berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk itu, Indonesia mulai mempersiapkan berbagai cara untuk menangkal krisis tersebut.
Salah satu cara yang disiapkan adalah pinjaman siaga (standby loan) atau fasilitas pembiayaan kontinjensi yang didukung oleh mitra pembangunan internasional. Fasilitas tersebut, dapat dimanfaatkan oleh pemerintah jika pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan dari pasar keuangan.
"Pembiayaan kontinjensi merupakan fasilitas serupa asuransi yang dimaksudkan untuk memberikan back-up pembiayaan bagi Pemerintah selama tahun 2012 dan 2013," Direktorat Jendral Pengelolaan Utang (DJPU) kementerian Keuangan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/7/2012).
Menurut keterangan tersebut, fasilitas ini hanya akan ditarik jika terjadi kondisi ekstrim di pasar keuangan dan akan dimanfaatkan setelah langkah-langkah proaktif lainnya dijalankan, yakni diaktifkannya BSF dan digunakannya sumber-sumber pembiayaan lain, seperti SAL. "Fasilitas sejenis pernah diperoleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2009 sampai 2010, yang sangat membantu dalam meningkatkan kepercayaan pasar," tambah jeterangan tersebut.
Hingga saat ini posisi keuangan Pemerintah didukung oleh pemenuhan pembiayaan yang telah mencapai USD18 miliar yang diperoleh dari pasar keuangan serta jumlah SAL yang cukup besar. Sisa pemenuhan pembiayaan sebesar USD 11 miliar ditargetkan akan dipenuhi selama paruh kedua tahun ini.
Fasilitas pembiayaan kontinjensi dengan jumlah hingga USD5 miliar ini merupakan kontribusi dari mitra pembangunan multilateral dan bilateral. Lembaga keuangan multilateral, Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, masing-masing berkontribusi USD2 miliar dan USD500 juta.
Sementara dari mitra bilateral, Pemerintah Australia memutuskan untuk memberikan kontribusi USD1 miliar dan Pemerintah Jepang melalui Japan Bank for International Cooperation (JBIC) berkontribusi USD1,5 miliar. "Pemerintah berkomitmen tetap menjaga tingkat utang pada level yang aman, meskipun fasilitas dimaksud sifatnya berupa pinjaman siaga," tegas keterangan tersebut.
(Martin Bagya Kertiyasa)