Gerus Industri Telekomunikasi, Kasus Indosat-IM2 Salah Tafsir

, Jurnalis
Minggu 10 Februari 2013 15:23 WIB
Ilustrasi. (Foto: okezone)
Share :

JAKARTA - Permasalahan yang terjadi pada Indosat-IM2 dinilai tidak ada pelanggaran. Adapun kasus yang terus bergulir ini dinilai karena kesalahan tafsir dan pemahaman teknis dan teknologi dari para penegak hukum.

"Sejatinya pihak Indosat dan IM2 dalam melakukan kerjasama sudah sejalan dengan peraturan pemerintah. Tidak ada penggunaan jaringan frekuensi radio 2,1 Ghz oleh IM2. Di mana IM2 yang memiliki izin ISP dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, adalah penyelenggara jasa internet, yang dalam melayani kebutuhan pelanggan untuk akses internet bergerak, IM2 menggunakan jaringan bergerak seluler 3G milik Indosat," ujar Direktur Eksekutif Mastel Eddy Thoyib, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu (10/2/2013).

Oleh karena itu, sejumlah tokoh nasional yang tergabung dalam kelompok Sahabat Peradilan (Amicus Curiae) melayangkan surat kepada Ketua dan anggota Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait kasus IM2, pada Kamis 7 Februari kemarin. Sahabat Peradilan mencoba berbagi pemikirannya atas kasus yang menimpa mantan Direktur Utama IM2 Indar Atmanto.

"Kelompok ini berpendapat kasus IM2 tergolong unik dan baru pertama kali berada di meja hijau Tipikor, sehingga membutuhkan pemahaman teknis atas kasus yang ditangani Tipikor," tambahnya.

Dalam suratnya, mereka menyampaikan sejumlah poin, yang lebih menekankan kepada penjelasan akademis mengenai pengertian jaringan telekomunikasi dan frekuensi, prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi, ditinjau dari aspek teknologi telekomunikasi maupun aspek-aspek hukum penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi, agar menjadi lebih jelas dan mudah difahami sebagai upaya untuk menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan dalam memahami, menerima keterangan atau input.

Kemudian mengungkapkan fakta-fakta yang ada, memberikan penjelasan dan kejelasan teknis atas penyelenggaraan telekomunikasi dan peraturan perundang-undangan serta kebijakan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi baik penyelenggaraan jaringan maupun jasa telekomunikasi yang selamat ini menjadi acuan para penyelenggara telekomunikasi.

"Sehingga Majelis Hakim dapat memutuskan perkara ini dengan arif dan bijaksana," lanjutnya.

Adapun tokoh yang tergabung dalam Sahabat Peradilan di antaranya: Kusmayanto Kadiman (mantan Rektor ITB dan Mantan Menristek RI), Sofyan Djalil (mantan Menkominfo 2004-2007), Tantowi Yahya (Anggota Komisi I DPR), Hayono Isman (Anggota Komisi I DPR RI/Ketua Kerjasama Antar Parlemen), Taufiqurrahman Ruki (Mantan Ketua KPK), Erry Riana Hardjapamekas (Mantan Wakil Ketua KPK), Chandra M Hamzah (Mantan Wakil Ketua KPK), Anis Baswedan (Rektor Universitas Paramadina), dan Ilham Habiebie (Chairman IGDD).

Selanjutnya, Setyanto P Santosa (Ketua Mastel), Eddy Thoyib (Direktur Eksekutif Mastel), Semmy Pangerapan (Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia/APJII), Nonot Harsono (Akademisi dan pakar telekomunikasi), Gunawan Wibisono (Pakar Telekomunikasi UI), Heru Sutadi (Pakar Telematika/Mantan Anggota BRTI), Yenny Abdurahman Wahid (Tokoh Perempuan), dan masih banyak lagi.

Di sisi lain, Pakar Hukum Universitas Indonesia (UI) Achyar Salmi menyatakan bila Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan keputusan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas polemik IM2. Namun demikian, penundaan ini melemahkan posisi jaksa.

"Dengan penundaan berlakunya laporan BPKP, posisi jaksa menjadi lemah," katanya dalam keterangan tertulisnya.

Menurutnya, lemahnya posisi jaksa dalam persidangan tipikor dugaan penyalahgunaan frekuensi oleh IM2-Indosat karena Majelis Hakim PTUN menyatakan tidak bisa menggunakan laporan audit BPKP sebagai satu-satunya bukti kerugian negara.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya