JAKARTA - Pemerintahan ke depan diprediksi akan mengemban tugas berat dalam menutup utang luar negeri. Hal tersebut dikarenakan neraca transaksi berjalan yang terus defisit.
Pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Aeng, mengatakan pemerintah tidak punya cara lain untuk menutup utang tersebut, kecuali dengan cara kembali menambah utang.
"Menurut saya enggak ada jalan, jalannya mengambil utang lain," ungkapnya saat ditemui di Galery Cafe, Senin (29/9/2014).
Menurut dia, meningkatnya defisit transaksi berjalan karena pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagian besar diperoleh dari impor. Selain itu, pengalihan APBN untuk sektor produktif juga tidak akan mampu menutup utang tersebut. Dia menilai sektor produktif tersebut telah dikuasai oleh investor.
"Seluruh infrastruktur sudah milik investmen, apakah tol, pelabuhan, infrastruktur sudah kontrak investmen. Tidak bisa APBN untuk infrastruktur. MRT oleh Jepang, monorel China, Giant Sea Wall," jelasnya.
Daeng menyebutkan, utang luar negeri Indonesia sudah terlalu besar. Pada kuartal I, utang luar negeri mencapai USD 276 miliar yang terdiri dari swasta, pemerintah, dan bank sentral.
"Pemerintah ke depan tulang belulang, proyek semua sudah dikontrak. Semua proyek skala besar sudah diserahkan asing," tukasnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)