Pengamat Kebijakan Energi, Sofyano Zakaria, mengatakan kebijakan yang ditetapkan pemerintah di akhir 2014 tersebut, merupakan respons dari rekomendasi dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM). Namun, kebijakan ini terkesan mencerminkan ketidakstabilan pemerintah dalam mengambil keputusan.
Menurutnya, pemerintah membuat kebijakan yang membingungkan, dengan menetapkan adanya dua harga yang berbeda pada BBM RON 88. "RON 88 memang tidak jadi dihapus. Ini merupakan ketidaksetujuan Pemerintah atas rekomendasi TRTKM," kata Sofyano di Jakarta, Jumat (2/1/2015).
Padahal, Bahan Bakar Khusus (BBK) RON 88 ditetapkan dijual dengan sistem penugasan dengan margin kepada badan usaha penerima tugas 2 persen. Sedangkan BBM Umum RON 88, dijual dengan harga plus margin badan usaha maksimal 10 persen atau dengan harga ditambah margin minimal 5 persen. "Ini memberi peluang diselewengkannya BBK ke Bahan Bakar Umum," jelasnya.