JAKARTA - Chief Economist Bank Danamon Anton Hendranata meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para menteri di bidang ekonomi agar berbesar hati jika perekonomian Indonesia tidak akan mencapai target yang telah ditentukan. Bahkan, dirinya menyebut, perekonomian Indonesia tidak akan mencapai 5 persen hingga akhir 2015.
"Melihat 2015 ini, kita harus berbesar hati, pertumbuhan ekonomi sulit mencapai 5 persen," tegas Anton di depan Menteri PPN/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago saat buka puasa bersama di Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa (14/7/2015).
Anton menjelaskan, proyeksi ini merujuk pada pencapaian ekonomi di kuartal I-2015 yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi hanya 4,7 persen. Diperkirakan pada kuartal II-2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,8 persen.
Hal ini dilihat dari indeks kepercayaan konsumen masih menurun, impor yang biasanya di puasa dan Lebaran naik signifikan tapi faktanya tidak begitu.
"Dengan waktu tinggal enam bulan lagi, ekonomi di atas lima persen sulit. Apalagi realisasi pengeluaran tidak terlalu baik dibandingkan tahun lalu. Dapat dimengerti di market karena pencarian APBN telat, ada perubahan nomenklatur kementerian, namun yang tidak berubah ada keterlambatan, itu ada something wrong," paparnya.
"Jadi ini dianggap investor ada yang salah, mereka menganggap pemerintah Indonesia enggak kredibel," tegas Anton.
Dirinya pun membandingkan, ekonomi Indonesia dengan India. Namun India selangkah lebih maju dalam memperbaiki kondisi perekonomiannya dibanding Indonesia. India cukup sukses mempertahankan pertumbuhan ekonomi di level 7 persen di tengah perlambatan ekonomi dunia karena melakukan reformasi struktural.
"India sukses mengakselerasi perekonomiannya dan mengatasi defisit transaksi berjalan sehingga turun dengan cepat. Karena ada reformasi struktural," sambungnya.
Namun Indonesia dinilai Anton, dipenuhi strategi maupun langkah atau ide bagus untuk memacu pertumbuhan ekonomi, hanya saja miskin implementasi.
"Ide kita banyak dan bagus, banyak orang pintar di sini, bukan orang-orang bodoh. Tapi miskin implementasi. Pak Joko Widodo (Jokowi) minta A tapi ke bawahnya lain," sindirnya.
Dia mencontohkan, saat pemerintah membuat kebijakan pembangunan smelter tapi melupakan kebutuhan listrik, sehingga pabrik pengolahan dan pemurnian sulit terlaksana. Di samping itu, pemerintah sedang gencar menarik investor asing, namun birokrasi semakin susah.
"Ini masalahnya, pertumbuhan ekonomi dengan target 7 persen itu bukan mimpi buat Indonesia, karena kita punya masyarakat kelas menengah cukup banyak dan kaya sumber daya alam. Tinggal dikelola dengan baik saja," tukasnya.
(Rizkie Fauzian)