JAKARTA - Pada tahun 2025, pemerintah menargetkan penggunaan energi baru dan terbarukan mencapai 23 persen dari total penggunaan energi nasional. Namun, untuk mencapai target tersebut butuh anggaran yang sangat besar. Pasalnya, pengembangan energi baru dan terbarukan masih perlu subsidi dari pemerintah mengingat mahalnya biaya yang dibutuhkan.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, pengembangan energi baru dan terbarukan kini merupakan sebuah keharusan yang perlu dikembangkan oleh pemerintah. Sebab, hal ini telah dilakukan oleh negara-negara yang kaya energi.
"Kita lihat misalnya Malaysia yang menyebut renewable energi fund. Mereka memasang listrik pada rumah tangga tertentu katakanlah dengan watt 450 atau 900 kemudian dipungut 2 persen untuk energi terbarukan. Dan Norwegia juga punya seperti itu (program energi baru dan terbarukan)," jelasnya dalam acara diskusi di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu (27/2/2016).
Dia melanjutkan, Indonesia perlu segera mengikuti jejak negara-negara pendahulu guna menjamin ketersediaan energi pada masa yang akan datang. Untuk itu, pengembangan energi baru dan terbarukan tidak lagi dianggap sebagai energi alternatif, melainkan sebuah kewajiban guna ketersediaan energi jangka panjang bagi generasi penerus Indonesia.
"Energi baru kan mahal. Tapi kalau kita terperangkap di sini terus kalau energi kita habis kita tidak punya alternatif. Energi terbarukan bukan sekadar alternatif tapi mainstream," tuturnya.
Sebagai informasi, pemerintah berencana akan menerbitkan peraturan kebijakan DKE dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). "Bentuk badannya berupa badan layanan umum. Tentunya kita sedang mempersiapkan eksekutif," pungkasnya.
(Fakhri Rezy)