JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 53 persen atau sekitar 1.900 pengaduan nasabah terkait layanan perbankan. Secara statistik sejak beroperasi pada 2013, OJK sudah menangani 3.832 pengaduan dan telah diselesaikan sebesar 93,72 persen.
"(Pengaduan soal) perbankan itu 53 persen, akumulasi dari Januari 2013 sampai Juli 2016," kata Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono di Jakarta.
Menurut wanita yang akrab dipanggil Tituk itu, pengaduan soal perbankan sebagian besar terkait masalah restrukturisasi kredit yakni kredit yang menunjukkan gejala tidak lancar kemudian direstrukturisasi di situ kemudian muncul komplain.
"Dan juga yang masih terkait dengan restrukturisasi adalah soal barang jaminan, itu yang paling banyak. Sedangkan berikutnya banyak terkait APMK (alat pembayaran menggunakan kartu)," ujar Tituk.
Terkait masalah APMK, apabila terdapat pengaduan masyarakat soal masalah tersebut, OJK akan bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) untuk penyelesaiannya. "BI kan yang menangani sistem pembayaran. Kita bersepakat kalau komplain itu berkenaan dengan sistem pembayaran, kita bekerja sama dengan unitnya di BI," katanya.
Kendati telah difasilitasi oleh OJK untuk penyelesaian, konsumen maupun pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) sering kali masih bertahan dengan sikapnya masing-masing sehingga hal ini yang akan berlanjut ke proses mediasi melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS).
Untuk beberapa kasus yang tidak dapat diselesaikan atau tidak disepakati antara konsumen keuangan dengan PUJK, maka konsumen memiliki alternatif upaya penyelesaian baik melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai dengan kesepakatan, baik yang telah tertuang dalam perjanjian maupun kesepakatan baru ketika terjadi sengketa. Untuk penyelesaian di luar pengadilan, maka konsumen keuangan dapat melakukan proses mediasi, judikasi dan arbitrase yang dilakukan oleh LAPS.
Per Semester I 2016, enam LAPS telah terdaftar dan beroperasi di Otoritas Jasa Keuangan yaitu Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP), Badan Mediasi Perusahaan Pembiayaan, Pegadaian, dan Modal Ventura Indonesia (BMPPVI), Badan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI).
Pada awal tahun, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merilis hasil laporan dari masyarakat. Hasilnya adalah perbankan menjadi sektor yang paling banyak dikeluhkan sepanjang 2015. Menurut koordinator pengaduan dan hukum YLKI Sularsi menyebutkan alasannya pertama karena kompleksitas lembaga, nasabah, dan produk.
Data YLKI mencatat 176 laporan yang ditujukan kepada perbankan. Adapun menurutnya terdapat 8 ragam masalah perbankan yang paling banyak diadukan, antara lain kartu kredit, pinjaman, KPR, tabungan, ATM dan CDM, Deposito dan Bilyet Giro, uang elektronik, dan telemarketing.
Semenjak 2013 hingga 2015 sektor ini menjadi yang terbanyak diadukan. Meskipun demikian, apabila dibandingkan tahun lalu, ada tren penurunan sebanyak 34 aduan. Koordinator tim perbankan YLKI, Abdul Baasith, menyebutkan secara keseluruhan kartu kredit berada di peringkat pertama keluhan konsumen perbankan atau sebanyak 70 keluhan.
Hal serupa terjadi tahun sebelumnya sebanyak 105 laporan. Dia menyebutkan banyak alasannya tetapi sebagian besar mengenai masalah pembobolan sebanyak 27 laporan. "Banyak alasannya, pembobolan, penolakan biaya, bunga, denda (13 laporan) gagal bayar (6), sistem transaksi (6), pelayanan nasabah (5), bunga (5), perilaku collector (3), autopay (2), sulit menutup KK (2), ketidakjelasan informasi (1), dugaan penyalahgunaan data (1) dan lainnya," terangnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)