Sejak awal, ujar Dayat, Unpam memang diniatkan sebagai institusi yang membuka pintu kuliah selebar-lebarnya terutama bagi mereka yang dalam keterbatasan. Namun, mewujudkan visi itu sendiri tidaklah mudah. Pasalnya, pandangan yang umumnya tumbuh di masyarakat adalah kita perlu membayar mahal untuk mendapat pendidikan berkualitas.
"Di awal Unpam berdiri saja, ada satu prodi yang hanya diisi satu mahasiswa. Kala itu, meyakinkan masyarakat sangatlah sulit. Bahkan, selama tiga tahun, saya berkeliling ke berbagai elemen masyarakat dan institusi untuk meyakinkan mereka," ujarnya.
Selain susahnya meyakinkan masyarakat, Dayat menyebut, birokrasi terkadang juga menghambat tersedianya pendidikan murah. Menurut Dayat, tidak ada pola pikir untuk mempermudah orang dalam memberikan pendidikan murah.
"Sebaliknya, yang berkembang justru bagaimana caranya mempersulit agar mereka mau mengeluarkan uang. Pola pendidikannya masih seperti itu, sehingga kita belum maju," tambahnya.
Melalui cerita dari mulut ke mulut, Dayat berhasil membangun dan mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap Unpam. Terbukti, hampir dua dekade setelah berdiri, animo masyarakat untuk masuk Unpam sangat tinggi. Bahkan mereka datang dari Sabang sampai Merauke. Saat ini, sedikitnya 58 ribu mahasiswa menempuh pendidikan tinggi di bawah asuhan 1.400 dosen Unpam.
"Kami menargetkan, dalam waktu empat tahun ke depan, ada 100 ribu mahasiswa berkuliah di Unpam. Dalam waktu setahun, kami akan menyekolahkan 400 calon dosen untuk memenuhi rasio tersebut," tegasnya.