Baca juga : 7-Eleven Bangkrut, Menko Darmin: Ini Kesalahan Model Bisnis
2. Gagalnya Transaksi dengan Charoen Pokpand
Sebelumnya, Direktur MDRN Chandra Wijaya menyatakan, perseroan berencana melakukan transaksi material perseroan atas penjualan dan transfer segmen bisnis restoran dan convenience di Indonesia dengan merek waralaba 7-Eleven beserta aset yang menyertainya kepada PT Charoen Pokpand Restu Indonesia senilai Rp1 triliun. Penjualan ini dilakukan lantaran bisnis retail tersebut menjadi beban bagi keuangan MDRN. Namun, transaksi tersebut batal karena tidak tercapainya kesepakatan atas pihak-pihak yang berkepentingan.
Baca Juga: Waduh! Charoen Pokphand Batal Ambil Alih 7-Eleven
3. Kans Ada tapi Salah Model Bisnis
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani menilai surutnya bisnis ritel 7-Eleven (7-Eleven), yang membuat semua tokonya ditutup, lantaran bisnis model seperti 7-Eleven tidak terlalu cocok berkembang di Indonesia.
Dia pun mencontohkan, rata-rata orang yang berbelanja ke 7-Eleven hanya membeli satu produk, kemudian menghabiskan waktu di 7-Eleven hingga berjam-jam. Akibatnya, permasukkan 7-Eleven tidak besar, namun mereka harus menanggung beban yang tidak sedikit.
"Orang beli satu coca-cola nongkrong dua-tiga jam, enggak sesuai bisnis modelnya. Kalau Indomaret, Alfamart tempat kecil, masuk, beli, masuk, beli, volumenya banyak," jelas Rosan. Meski 7-Eleven gugur, namun dia melihat secara umum prospek industri ritel masih terbilang prospektif. "Masih baik, tapi memang bisnis modelnya saja kurang pas (kalau 7-Eleven)," ungkapnya.