JAKARTA - Wakaf bisa menjadi salah satu kekuatan ekonomi umat. Sebab, potensinya yang cukup besar untuk dikembangkan di Tanah Air.
"Selama ini kalau berbicara soal wakaf yang ada dalam persepsi publik hanya masjid dan tanah, padahal banyak jenis usaha yang dapat dijadikan wakaf dalam rangka mengembangkan ekonomi umat," kata pakar ekonomi syariah Imam Teguh Saptono.
Imam menjelaskan, wakaf dibagi dalam dua bentuk, pertama dalam bentuk uang dan kedua dalam bentuk tunai. "Kalau wakaf dalam bentuk uang, maka ada seseorang yang ingin membangun sumur kemudian memberikan wakaf dalam bentuk uang, selagi sumur itu dimanfaatkan pahalanya akan terus mengalir," kata dia yang pernah menjabat Direktur Utama BNI Syariah.
Kemudian ada yang disebut wakaf tunai, misalnya lagi ada perusahaan daerah yang diubah strukturnya menjadi wakaf, maka selama perusahaan itu memperoleh keuntungan, pahala tetap mengalir. Menurut dia, wakaf tidak hanya dalam bentuk uang, sebuah perusahaan daerah yang selama ini terus untung dapat diubah kepemilikannya dari pemerintah menjadi wakaf.
“Caranya perusahaan tersebut menghimpun modal lewat wakaf kemudian setelah modal terkumpul dan mendapatkan laba, maka digunakan untuk kemaslahatan umat seperti beasiswa pendidikan dan lainnya,” ujar dia.
Jadi ketika ada perusahaan dengan struktur wakaf, seluruh keuntungan yang didapat dari hasil usaha dapat digunakan untuk kemaslahatan umat dan pahala terus mengalir kepada yang mewakafkan, lanjut dia. Imam mendorong perusahaan daerah seperti air minum, mengubah strukturnya menjadi wakaf sehingga siapa pun yang jadi kepala daerah perusahaan tersebut tidak bisa diutak-atik karena statusnya sudah menjadi milik umat.
Ia menceritakan praktik serupa telah lazim dilaksanakan di beberapa negara seperti Turki, Malaysia, bahkan Singapura. "Di Singapura ada masjid yang tidak pernah lagi memungut sumbangan dari jamaah karena biaya operasionalnya diambil dari laba penyewaan bangunan pada tanah yang diwakafkan,” katanya.