JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini meresmikan peluncuran Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) dan Peresmian Pembukaan Silaturahmi Kerja Nasional (Silaknas) Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI). Kegiatan ini dilakukan di Istana Negara, Jakarta Pusat.
Baca juga: Perpres KNKS Tinggal Tahap Finalisasi
Turut hadir dalam acara peluncuran ini Menteri PPN/Kepala Bappenas yang juga Ketua Umum IAEI, Bambang Brodjonegoro, Menko Perekonomian Darmin Nasution, hingga presiden ketiga Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie.
Mengawali sambutannya, Jokowi sempat menekankan tentang besarnya jumlah umat Muslim di Indonesia. Hal ini pun selalu ia sampaikan pada berbagai pertemuan internasional.
"Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dan ini selalu saya sampaikan di setiap konferensi, di setiap summit, pada saat bertemu dengan kepala-kepala negara, kepala pemerintahan, di mana pun, di luar negeri, ini saya pakai sebagai pembuka bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, saya pakai. Karena ini adalah kekuatan dan potensi negara kita," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (27/7/2017).
Menurut Jokowi, Indonesia memiliki industri keuangan syariah yang bisa tumbuh dengan pesat. Bahkan, dalam kurun waktu 2 dekade, jumlah institusi keuangan syariah di negara kita Indonesia adalah terbanyak di dunia.
"Indonesia telah memiliki 34 bank syariah, 58 operator takaful atau asuransi syariah, ada 7 modal ventura syariah, rumah gadai syariah, dan lebih dari 5.000 lembaga keuangan mikro syariah, serta memiliki 23 juta pelanggan," ujarnya.
Seperti diketahui, pada 2016, penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 258,7 juta jiwa dan sekira 85% di antaranya adalah pemeluk agama Islam.
Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia sangat berpotensi untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah, terutama dalam mendukung pendanaan prioritas-prioritas pembangunan, seperti proyek-proyek infrastuktur, pendidikan, dan pertanian. Namun, meskipun keuangan syariah Indonesia telah hadir selama lebih dari dua dasawarsa, perkembangannya belum sesuai dengan harapan.
Hal tersebut tercermin dari pangsa pasar keuangan syariah Indonesia yang masih relatif kecil, yaitu hanya mencapai 5,3% terhadap industri perbankan nasional di 2016. Capaian tersebut berada jauh di bawah negara-negara lainnya seperti Arab Saudi yang mencapai 51,1%, Malaysia 23,8%, dan United Arab Emirates, 19,6%.
Untuk mengembangkan potensi sekaligus menjawab tantangan keuangan dan ekonomi syariah di Indonesia, pemerintah membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) melalui Peraturan Presiden No. 91 tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah.
Komite ini dipimpin langsung oleh Presiden RI dan Wakil Presiden RI kemudian ada Dewan Pengarah yang beranggotakan 10 pimpinan dari unsur pemerintahan dan otoritas terkait, yaitu Menteri Kordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Menteri Keuangan, Menteri Agama, Menteri BUMN, Menteri Koperasi dan UKM, Dewan Komisioner OJK, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tugas-tugas Komite selanjutnya dilaksanakan oleh manajemen eksekutif.
“Pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) adalah wujud komitmen pemerintah untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia secara serius dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan,” kata Bambang Brodjonegoro.
KNKS mendapat amanat untuk mempercepat, memperluas, dan memajukan pengembangan keuangan syariah dalam rangka mendukung pembangunan. KNKS juga berperan untuk menyamakan persepsi dan mewujudkan sinergi antara para regulator, pemerintah, dan industri keuangan syariah untuk menciptakan sistem keuangan syariah yang selaras dan progresif untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sebagai lembaga koordinasi untuk melaksanakan berbagai strategi perbaikan industri keuangan syariah, KNKS mendorong peran jasa keuangan syariah dalam kegiatan sektor riil dari ekonomi syariah, seperti pembiayaan syariah untuk industri pariwisata Moslem friendly. Selain itu, KNKS diamanatkan untuk mewujudkan keuangan dan ekonomi syariah yang bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
“KNKS juga harus bisa menjawab tantangan pembanguna maupun ekonomi terkini, misalnya ada issue tentang ketimpangan pendapatan, maka akan didorong dulu bagaimana kontibusi ekonomi syariah terhadap penanganan masalah ketimpangan tersebut,” jelas Bambang.
KNKS nantinya akan mengawal agenda dalam Masterplan AKSI yang telah diluncurkan pemerintah Indonesia di sela acara World Islamic Economic Forum (WIEF) 2016 di Jakarta.
Masterplan AKSI berisi kajian dan rekomendasi strategi untuk memperbaiki industri keuangan syariah di bidang perbankan, pasar modal, lembaga keuangan nonbank, dan dana sosial keagamaan yang meliputi dana haji, zakat, dan wakaf. Perbaikan tersebut menyangkut permodalan, sumber daya manusia, tata kelola, perlindungan konsumen, teknologi informasi, sosialisasi, dan sistem jaring pengaman.
Masterplan AKSI fokus untuk menjadikan keuangan syariah sebagai kekuatan nyata bagi Indonesia dengan memanfaatkan dinamika ekonomi untuk mencapai tujuan pembanguna yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025.
(Fakhri Rezy)