Diincar MRT, Lahan Kampung Bandan Masih Dikuasai PT KAI

Koran SINDO, Jurnalis
Rabu 27 September 2017 13:19 WIB
Ilustrasi: Okezone
Share :

JAKARTA – Proyek MRT Jakarta tengah fokus membebaskan lahan di Kampung Bandan, Jakarta Utara. Seperti diketahui, lahan tersebut dikuasai oleh PT KAI.

PT KAI menegaskan tidak akan menyerahkan sertifikat hak pengelolaan lahan terkait pembangunan stasiun dan depo MRT di Kampung Bandan. Hal ini karena lahan tersebut masuk neraca perusahaan.

“Kalau menyerahkan HPL, kami tidak. Tapi, kalau dikerjasamakan, saling menguntungkan ayo saja. Kita duduk bareng saling memahami ditandatangani MoU-nya, business to business,” ujar Senior Manager Coorporate Communication PT KAI Agus Komarudin.

Baca juga: Untuk Depo dan Stasiun, MRT Fokus Bebaskan Lahan di Kampung Bandan

Sebagai BUMN, PT KAI diwajibkan mengurusi segala keuntungan, termasuk mengelola aset. Terhadap lokasi depo MRT, kawasan Kampung Bandan merupakan bagian dari aset KAI. Agus membantah bila KAI disebut tidak mendukung proyek depo dan stasiun MRT. Mengingat PT KAI merupakan BUMN, maka akan sulit menyerahkan lahan itu ke Pemprov DKI.

Namun, bila dalam penyerahan tersebut menemukan sinergitas antara Pemprov DKI dengan PT KAI, maka kesepahaman bisa dilakukan melalui nota kesepahaman. Kepala Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana menilai sulit rasanya Pemprov DKI mendapatkan HPL PT KAI yang notabene sama- sama pemerintah.

Baca juga: Simak! Konstruksi MRT Jakarta Capai 80,15%, Rel Kereta Terpasang 1.360 Meter

Sebab PT KAI merupakan BUMN yang harus menghasilkan keuntungan, begitu juga dengan PT MRT selaku BUMD. Karena itu, seharusnya PT MRT melakukan percepatan kerja sama bisnis dengan PT KAI. “Kalau berharap HPL bisa mundur target pelaksanaan, itu pun kalau diberikan. PT MRT segera bentuk perjanjian kerja sama sebelum dana pinjaman dicairkan.

Jadi, kalau ada perubahan tidak seperti MRT Fase I yang butuh dana tambahan di pengujung proyek,” ungkapnya. Adit menuturkan, penambahan dana Rp2,5 triliun pada Fase I seharusnya tidak terjadi, apabila PT MRT memiliki perencanaan matang dan melakukan pengawasan terhadap kontraktor dan subkontraktornya.

Baca juga: Menhub: MRT Akan Beroperasi Maret 2019

Pembangunan jalur layang Fase I mengalami kesalahan teknis akibat kurang bagusnya kerja sama subkontraktor dan kontraktor yang mengharuskan kerja ulang. Dia menyarankan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) sebagai pihak berwenang yang membangun transportasi di Jabodetabek harus segera membuat rencana induk integrasi antarmoda transportasi.

Dengan begitu, ketika MRT Lebak Bulus-Bundaran HI beroperasi bersamaan dengan moda transportasi lainnya, efektivitas untuk mengurai kemacetan bisa terlihat. “Di Dukuh Atas sudah terdapat stasiun masing-masing moda transportasi. Ada bus Transjakarta, KRL Commuter Line, MRT, dan LRT Jabodetabek. Itu hanya fisik, sementara integrasi tiket, pengelolaan, dan sistem informasi belum terlihat. Tidak bisa satu-satu operatornya,” ujar Adit.

(Rizkie Fauzian)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya