JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengkhawatirkan kondisi keuangan PT PLN (Persero) yang termasuk dalam kemampuan untuk membayar utang. Hal ini terungkap dalam Surat Sri Mulyani ke Menteri ESDM dan Menteri BUMN.
Surat tersebut menyebutkan kemungkinan PLN gagal bayar memenuhi kewajiban utangnya, sehingga dalam surat yang sama untuk mengatasi permasalahan tersebut Menkeu meminta Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN untuk menurunkan biaya produksi listrik, terutama di sisi energi primer serta mengevaluasi pembangunan pembangkit program 35.000 megawatt (mw) yang sangat berlebih dan tidak sesuai kebutuhan.
"Kami dari Serikat Pekerja PLN melihat bahwa solusi untuk menurun biaya produksi (BPP) seperti di surat Menkeu itu adalah hal yang tepat untuk dilakukan terutama di energi primer," kata Ketua Umum Serikat Pekerja PLN Jumadis Abda dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (5/10/2017).
Baca Juga: Surat soal Keuangan PLN Bocor, Sri Mulyani Beri Penjelasan ke DPR
Menurutnya, dari bauran energi serta harga energi primer saja bila dilakukan bisa mendapatkan penghematan sampai Rp40 triliun per tahun. Apalagi pola operasi yang lebih boros dengan keberadaan listrik swasta bisa dibenahi dan ditinjau ulang, termasuk biaya pemeliharaan pembangkit China yang sering rusak. Biaya pemeliharaannya sangat besar melebihi kewajarannya sehingga memboroskan keuangan PLN
"Seharusnya dari ketiga unsur ini saja PLN bisa mencegah pemborosan Rp60 triliun per tahun. Ini merupakan penghematan yang signifikan untuk PLN agar keuangan PLN bisa sehat," lanjutnya.
Sementara itu, pembangunan proyek 35.000 mw berasal dari utang, baik yang dilakukan oleh PLN sendiri maupun oleh swasta. Bila swasta yang membangun pembangkit, justru PLN dikenai kewajiban take or pay.