JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus mengalami defisit dari tahun ke tahun. Hingga Agustus 2017 BPJS mengalami defisit mencapai Rp8,52 triliun.
Kondisi defisit ini sudah berlangsung sejak 2014 yang tercatat defisit mencapai Rp3,3 triliun, tahun 2015 defisit Rp5,7 triliun, dan pada 2016 membengkak menjadi Rp9,7 triliun.
Baca Juga: Sri Mulyani 'Obati' BPJS Kesehatan yang Defisit Rp9 Triliun dengan Kaji Kenaikan Iuran
Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso tidak mengelak bila defisit akan terus terjadi. Pasalnya, perhitungan iuran perserta BPJS tak pernah dicocokan secara aktual dengan harga obat.
"Memang pada awalnya perhitungan dari iuran tidak dicocokan kepada perhituangan secara aktuaris, jadi tidak fully funded (pembayaran berasal dari iuran). Sehingga, hal ini tanpa itu (anggaran) disesuaikan dengan perhitungan aktuaris maka defisit akan terus terjadi," ungkap Kemal di gedung World Trade Center, Jumat (2/11/2017).
Karenanya, guna menangani permasalahan ini Halim menyatakan pemerintah saat ini tengah melakukan kajian. Di antaranya kemungkinan melibatkan peran pemerintah daerah dalam memberikan subsidi. "Ya, bahwa pihak pemerintah sedang melihat beberapa opsi," ujar Halim.
Baca Juga: Meski Defisit, BPJS Kesehatan Pastikan Tak Ada Pengurangan Fasilitas Pelayanan
Kendati demikian Halim enggan menjelaskan mekanisme yang melibatkan pemerintah daerah. Pasalnya, mekasinsme dari BPJS tersebut berbeda di setiap daerah.
"Bukan ranah kami pihak BPJS untuk membahas hal tersebut. Ini pemerintah yang jauh lebih paham, karena memiliki data yang cukup. Dan tujuannya baik yakni kita semua memperbaiki agar sesuai," ujar Halim.
(Martin Bagya Kertiyasa)