JAKARTA - Komisi VII DPR RI mendesak Kementerian ESDM untuk segera menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terkait kehilangan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diterima periode 2009-2015 sebesar US$ 445,96 juta setara Rp 6,05 triliun (kurs Rp 13.575 per USD).
"Komisi VII mendesak Menteri ESDM (Ignasius Jonan) untuk menyelesaikan tindaklanjut seluruh rekomendasi BPK RI terkait dengan temuan-temuan hasil audit BPK RI dengan tujuan tertentu PT Freeport Indonesia pada tahun angaran 2013-2015 yang terkait dengan Kementerian ESDM," kata Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu saat rapat dengar pendapat Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR di Gedung DPR, Jakarta (5/12/2017).
Gus pun menyatakan DPR sepakat memberikan tenggat waktu kepada Kementerian ESDM untuk menyelesaikan masalah tersebut. "Paling lambat enam bulan," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Bambang Gatot menyatakan temuan BPK menunjukkan hilangnya potensi peningkatan pendapatan negara melalui dividen PT Freeport Indonesia selama periode 2009-2015. "Potensi tersebut terjadi karena adanya perbedan antara tarif pada Kontrak Karya dengan PP PNBP," kata Bambang dalam kesempatan yang sama.
Baca Juga: Divestasi Saham Freeport Masih Alot, Jangan Buat Investor 'Takut'
Atas temuan tersebut dikeluarkan rekomendasi berupa, setiap kontrak pertambangan naik bentuk Kontrak Karya (KK), Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dicantumkan klausul untuk tunduk atau menyesuaikan dengan peraturan perundangan yang dari waktu ke waktu berlalu di Indonesia.
Setiap ada perbahan undang-undang maupun teraturan perundangan, terkait pertambangan melibatkan para pemangku kepentingan khususnya perlaku industri, agar aturan perundangan yang baru segera dapat diterapkan.
Baca Juga: Meski Ada Teror, Operasional Freeport Tetap Normal
Sebelumnya, BPK melaporkan 687 hasil pemeriksaan yang termuat 14.997 permasalahan kepada Presiden Joko Widodo. Salah satunya soal royalti PT Freeport Indonesia yang menggunakan tarif lebih rendah dalam Kontrak Karya (KK) dari besaran tarif industri pertambangan saat ini.
(Martin Bagya Kertiyasa)