Bentuk pengelolaan itu, lanjutnya, dilakukan langsung oleh negara melalui BUMN, sehingga BUMN harus merupakan bentuk penyertaan langsung negara.
"Fungsi dari BUMN ini terutama untuk memastikan pemanfaatan dan hasil pengelolaannya untuk kepentingan rakyat banyak. Artinya, bukan semata mata keuntungan saja atau menjadi tempat investasi kekayaan negara yang harus dilipatgandakan. BUMN tidak berbisnis dengan rakyat," ujarnya.
Oleh karena itu pula, bila melihat konteks pengelolaan investasi kekayaan negara oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN serta konteks filosofis BUMN di Indonesia, maka inisiatif holding BUMN haruslah benar-benar perlu dilihat dan dikaji kembali.
Martri sependapat dengan ekonom senior Faisal Basri yang mengusulkan framework evaluasi BUMN berdasarkan eksternalitas versus profitabilitas.
Namun, tambahnya, sampai saat ini masih belum jelas framework yang digunakan pemerintah dan seolah-olah holding adalah solusi untuk seluruh permasalahan BUMN.
"Arahan Presiden sudah jelas dan itu menjadi mimpi seluruh rakyat Indonesia untuk memiliki BUMN yang profesional, transparan, dan berkelas dunia dengan memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, intepretasinya tidak boleh sembarangan dengan langkah korporasi yang sembarangan pula dan apalagi berisiko merugikan negara yang ujungnya berlawanan dengan cita-cita bangsa," ujar Martri.
(Dani Jumadil Akhir)