Wamen ESDM Sebut Skema Gross Split Lebih Menguntungkan dari Cost Recovery, Apa Alasannya?

Giri Hartomo, Jurnalis
Jum'at 29 Desember 2017 21:58 WIB
Foto: Giri Hartomo Okezone
Share :

JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2017 mengenai perpajakan pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas (migas) dengan kontrak bagi alhasil (grosssplit) akhirnya diterbitkan. Hal itu dipastikan setelah PP tersebut ditandatangani langsung oleh Presiden Joko Widodo dua hari yang lalu.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Archandra Tahar mengatakan skema grosssplit lebih menarik bagi para investor di bidang migas. Hal ini dibuktikan dengan hasil lelang Wilayah Kerja Minyak dan Gas Tahap I Tahun 2017.

Ia menjelaskan dari 10 WK Konvensional yang dilelang, 7 di antaranya dilakukan dengan skema penawaran langsung. Hasilnya dari 7 WK yang dilelang dengan sistem penawaran langsung 5 di antaranya bakal diambil investor.

Baca juga: 3 Prinsip Dasar Gross Split Bawa Industri Migas Lebih Efektif

"Dikatakan bahwa blok migas dengan skema gross split kurang diminati investor, buktinya 5 blok dari 7 yang kita tawarkan akan diambil investor, sebagian besar adalah internasional investor," ujarnya dalam acara Konferensi pers di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Jumat (29/12/2017).

Hal tersebut justru berbanding terbalik dengan tahun yang lalu ketika proses lelang menggunakan skema cost recovery. Dimana pada lelang Wilayah Kerja (WK) migas dengan skema tersebut tak satu pun menemui peminat.

Tercatat pada tahun 2015 lalu, dari 8 WK yang ditawarkan tak ada satu pun yang berminat. Bahkan pada tahun 2016 lebih parah lagi, karena sebanyak 14 WK yang dilelang tak satu pun perusahaan yang mengajukan ketertarikannya.

"Kita lihat tahun 2015 dan 2016 itu kita pakai skema cost recovery dan itu tidak ada yang berminat," jelasnya.

Baca juga: Soal Temuan Penyimpangan Cost Recovery, Arcandra Tahar: Penyelesaiannya Lewat Gross Split

Sebagai informasi, dengan aturan grosssplit investor akan diberikan tujuh insentif pajak. Seperti pembebasan bea masuk impor atas barang operasi migas.

Tak hanya itu, pada tahap eksplorasi, para kontraktor atau investor juga tidak akan kena pungutan pajak atas perolehan dan pemanfaatan barang dan jasa operasi migas. Adapun kedua pajak tersebut yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak Penjualan Atas Barang-Barang Mewah (PPNBM).

Selanjutnya insentif yang juga diberikan adalah tidak dipungutnya PPh pasal 22 atas impor barang operasi migas. Kemudian, ketika dimulainya produksi, kontraktor akan menerima pengurangan PBB sebesar 100%.

Berikutnya, pemanfaatan aset migas bersama migas (cost sharing) juga tidak dikenakan PPn. Lost carry forward bisa 10 tahun, dari yang sebelumnya hanya 5 tahun.

Selanjutnya biaya tidak langsung kantor pusat tidak kena PPn. Jadi pada PP 53 ini benar-benar diberikan keringanan pajak dari mulai eksplorasi hingga produksi. (ljs)

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya