Dana Pensiun
"Dua tahun pemerintahan ini fokus pada PMN, tentunya akan menyulitkan anggaran, karena anggaran terbatas. Karena akan menambah utang. Kita cari injeksi modal pendanaan jangka panjang kita tahu dana pensiun asuransi jiwa bersumber jangka panjang," ujar Bambang.
Menurut dia, dengan diputarnya dana pensiun dan asuransi jiwa pada proyek infrastruktur, membawa manfaat bagi peserta yang mengumpulkan dana tersebut. Hal itu karena akan mendapat pengembalian yang jauh lebih besar dari uang yang disetorkan.
"Para pesertanya membeli polis untuk saat pensiun atau ketika terjadi sesuatu,karena itu return harus dijaga sebaiknya. Artinya dana pensiun uang menerima saat pensiun returnnya harus lebih baik dibandingkan dari yang disetor, itu tugas pengelola," ujar mantan Dekan FEB UI itu.
Melalui PINA, menurut Bambang, pemerintah akan memberikan jalan bagi pihak swasta dan BUMN untuk menjadi investor pada proyek infrastruktur. "Tapi perlu diingat, kita mencari pihak swasta dan BUMN yang tidak memanfaatkan PMN," ujarnya.
Seperti diketahui, bahwa pemerintah pada 2018 akan mengoptimalkan peranan sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur. Ini menyusul prioritas anggaran yang lebih difokuskan untuk mengatasi kemiskinan dan kesenjangan sesuai amanat Presiden Jokowi dalam sidang kabinet Paripurna.
Bambang mengingatkan, partisipasi sektor swasta sangat penting dalam mewujudkan percepatan pembangunan infrastruktur. "Secara proaktif kami memfasilitasi sektor swasta agar lebih berperan dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia," ujarnya.
Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (PJMN) 2015-2019, total kebutuhan pembiayaan infrastruktur mencapai Rp4.769 triliun. Dari total anggaran tersebut, porsi anggaran Pemerintah melalui APBN maupun APBD diperkirakan hanya Rp1.978,6 triliun (41,3%), BUMN Rp1.066,2 triliun (22,2 %), sedangkan sisanya diharapkan dari sektor swasta Rp1.751,5 triliun (36,5%).
Menurut Bambang, investasi merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berharap sektor swasta nasional lebih mengoptimalkan peluang investasi di dalam negeri sendiri.
Selain swasta nasional, lanjutnya, pemerintah juga berharap masuknya investasi asing, mengingat Indonesia dinilai memiliki prospek ekonomi yang baik dan perbaikan iklim investasi dan kemudahan berbisnis. "Kami optimistis menyusul posisi Indonesia yang kini menjadi negara yang menarik bagi investasi berdasarkan investment grade dari sejumlah lembaga rating keuangan dunia seperti Moody’s, Fitch Ratings, Standard & Poors, Japan Credit Rating, dan R&I," ujarnya.
Faktor positif lainnya adalah keberhasilan Indonesia masuk tiga besar tujuan investasi Jepang, tiga besar destinasi investasi terbaik di Asia, memperoleh kenaikan peringkat kemudahan berbisnis dari urutan ke-109 menjadi 91, dan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah.
Sebelumnya, Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Aloysius Kiik Ro mengatakan, pemerintah membutuhkan pembiayaan Rp 5.500 triliun dalam lima tahun. Oleh karena itu, tiap tahunnya pembiayaan yang mesti dipenuhi sekitar Rp 1.100 triliun. Sementara, pembiayaan yang biasa dihimpun sekitar Rp900 triliun per tahun itu berasal dari pemerintah, BUMN, investasi, dan lain-lain.
"Rata-rata seperti dirilis kurang lebih Rp200 triliun kita masih kurang, sudah mentok Rp 900 triliun," ujarnya dalam acara IDR Global Bonds Workshop di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Aloysius mencontohkan, ruang dana dari obligasi yang sudah cukup terbatas. Obligasi di luar surat utang negara (SUN) sekitar Rp100 triliun. Obligasi tersebut juga telah terserap penuh ke berbagai lembaga, seperti Asosiasi Asuransi Negara (Asgara), dana pensiun, dan lainnya. Oleh karena itu, sulit untuk menyerap dana lagi.
Menurut dia, dengan kondisi ini, perlu sebuah instrumen yang bisa menyerap dana global. Salah satunya Global IDR Bonds. Global IDR Bonds merupakan efek bersifat utang dengan denominasi rupiah. Surat utang ini bisa ditawarkan baik investor global maupun domestik.
(Fakhri Rezy)