Soal Pertumbuhan Ekonomi, Indonesia Bisa Tiru India

Koran SINDO, Jurnalis
Senin 29 Januari 2018 11:14 WIB
Foto: Koran SINDO
Share :

JAKARTA - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional menyatakan, untuk menumbuhkan ekonomi di dalam negeri, Indonesia perlu mencontoh keterbukaan yang dilakukan India. Dengan keterbukaan, India kini menjadi negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi di dunia mencapai sekitar 7% per tahun.

”Kita bisa menarik pelajaran dari India yang dulu agak tertutup bahkan cenderung sosialis, sekarang menjadi lebih terbuka. Tidak hanya masalah perdagangan dan investasi, tapi juga terbuka terhadap peran swasta dalam pengelolaan ekonomi negara,” ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro saat peluncuran Indonesia Bureau of Economic Research (IBER) di Jakarta, akhir pekan lalu.

Baca Juga: Ekonomi Global 2018 Diwarnai Reformasi Pajak AS hingga Harga Minyak

Bambang mengatakan, melalui keterbukaan, ekonomi India tidak hanya tumbuh stabil namun juga relatif tinggi. ”Ini yang harus kita kejar. Stabil kita sudah, tapi masih kurang tinggi. Kita harus lihat apa yang dilakukan India dan harus mempertimbangkan apa saja yang bisa dilakukan Indonesia,” ungkapnya. Dalam laporan WEF 2018 di Davos terkait kontribusi negara- negara terhadap pertumbuhan global, kontribusi tertinggi ditempati China (35,2%), diikuti Amerika Serikat(17,9%), India (8,6%), dan Uni Eropa (7,9%).

Sementara Indonesia menempati peringkat kelima di dunia dengan memberikan sumbangan 2,5% di atas Korea Selatan (2%), Australia (1,8%), Kanada (1,7%), Inggris (1,6%), dan Turki (1,2%). Menurut Bambang, Indonesia harus mulai melihat sumber-sumber pertumbuhan lain seperti keterlibatan swasta dalam pembiayaan infrastruktur. ”Artinya kita harus lebih mendorong investasi. Kita harus mulai melihat apa yang menjadi sumber pertumbuhan lain,” katanya.

Baca Juga: Wapres JK: Dunia Sudah Berubah, Banyak Buku Ekonomi Ditulis Ulang

Selain itu, momentum perbaikan ekonomi harus dimanfaatkan untuk mentrasformasikan ekonomi domestik. Menurut Bambang, Indonesia harus mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam (SDA) dan mulai berorientasi pada nilai tambah, pengolahan, dan jasa modern.

”Jangan sampai sumber daya alam (SDA) menghalangi upaya kita untuk membuat pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi,” ujarnya. Sementara itu, mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri menilai, ekonomi Indonesia perlu didorong untuk beralih dari berbasis komoditas sumber daya alam menjadi manufaktur supaya turut menikmati kinerja pertumbuhan ekonomi global.

”Sekarang kita tidak bisa terlalu menikmati kenaikan per tumbuhan global yang cukup besar, termasuk juga perbaikan ekonomi di Amerika Serikat, karena negara yang bisa menikmati hal itu adalah yang ekonominya berbasis manufaktur,” kata Chatib.

Ekonom dari Universitas Indonesia (UI) tersebut menjelaskan, andil dari ekspor ke produk domestik bruto Indonesia sebesar 25% dan sebagian besar ekspor adalah energi serta komoditas. Hal tersebut, dinilainya, menunjukkan bahwa produk Indonesia tergantung dengan kondisi harga di tingkat global.

Baca Juga: Sri Mulyani: Ekonomi 2018 5,4%, APBN Tidak Bisa Diubah Tiap Menit

Ketika harga batu bara dan minyak sawit naik, misalnya, maka ekonomi Indonesia juga ikut naik layaknya yang terjadi pada kurun 2002 hingga 2012. ”Namun, begitu harganya kolaps, ekonomi Indonesia juga menurun,” ujarnya.

Hal semacam itu, menurut dia, yang menjelaskan mengapa pertumbuhan ekonomi Singapura pada kuartal III-2017 bisa tumbuh 5,2% (year-onyear/ yoy) dan Malaysia 6,2%. Chatib menjelaskan, penyebab Indonesia tidak turut menikmati hasil pertumbuhan ekonomi dunia adalah karena basisnya tidak manufaktur dan sedang menuju ke arah tersebut yang memerlukan waktu.

 ”Kalau mau dorong lagi pertumbuhan ke sana, maka kita harus lari kepada manufacturing-based. Dan itu tidak akan mungkin terjadi seketika,” katanya.

Bentuk IBER

Pada kesempatan tersebut, Bambang mengapresiasi terbentuknya IBER, karena akan menjadi wadah untuk jaringan ekonom yang melakukan berbagai riset dan kajian strategis dalam mendukung kebijakan publik Indonesia ke depan yang penuh dengan tantangan global. ”Indonesia menghadapi tantangan besar, ketidakpastian dalam ekonomi global sehingga perlu reformasi yang tepat adalah ekonomi domestik. Untuk mengatasi tantangan tersebut, pembuat kebijakan harus diberi rekomendasi yang baik berdasarkan bukti dan didukung oleh fondasi orisinal yang kuat,” kata Bambang.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro mengatakan, berbagai kebijakan sejumlah negara membuat sistem perdagangan global tengah terancam dan risiko di sektor keuangan meninggi. Karena itu, IBER bisa menjadi wadah untuk meningkatkan kapasitas riset di Indonesia yang berbasis pengujian konsep dan empiris sehingga bisa memberi masukan pada pengambil kebijakan ekonomi.

”IBER juga akan bermitra dengan pemerintah, antara lain Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian Perdagangan, dan BPS,” tuturnya. Anggota Dewan IBER Mari Pangestu mengatakan, perkembangan ekonomi global yang stabil selama ini telah memberikan dampak positif terhadap perekonomian dunia dan perekonomian negara sedang berkembang seperti Indonesia.

(Oktiani Endarwati/Anton C)

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya