Pada kesempatan tersebut, APHI menyampaikan usulan kepada pemerintah guna memacu investasi dan meningkatkan devisa dari ekspor produk kayu. Beberapa usulan tersebut yakni agar dilakukan percepatan penetapan tata batas wilayah konsesi, Kementerian LHK diminta mendukung pengembangan pasar ekspor, serta diversifikasi usaha melalui penguatan izin usaha pemanfaatan hasil hutan (IUPHH).
Kemudian segera dilakukan implementasi PP no 46 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup untuk antara lain carbon credit, perhutanan sosial dan lain-lain. Selain itu melakukan deregulasi beragam kebijakan sektor yang tumpang tindih dan kadaluarsa, salah satunya pembayaran dana reboisasi (DR) ke dalam rupiah. "Pemerintah agar memperkuat aturan yang mendorong investasi baru masuk," ujar mantan Menteri Koordinator Kemaritiman itu.
Indroyono mengungkapkan, ke depan bisnis dari sektor kehutanan tidak hanya dari industri berbasis hutan kayu, namun juga bidang agroforestri, ekowisata, jasa lingkungan serta bionergi.
Pada November tahun lalu, Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membatalkan rencana membuka kembali kran ekspor kayu log atau gelondongan yang telah ditutup selama 16 tahun. "Rencana dibukanya ekspor kayu gelondongan sebuah kemunduran bagi bangsa ini," kata Ketua Bidang Organisasi DPP Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Erndro Wardoyo di Yogyakarta.
Menurut Endro, Asmindo sangat menyayangkan dan meminta Menteri KLHK untuk membatalkan rencana tersebut karena bertentangan dengan instruksi Presiden Joko Widodo mengenai penghentian ekspor bahan mentah yang disampaikan media beberapa waktu yang lalu pada saat kunjungan kerja di Tokyo. "Asmindo dengan tegas menolak karena industri dalam negeri masih sangat membutuhkan bahan baku kayu sehingga lebih baik digunakan sendiri," kata dia.