JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menaikkan harga Bahan Bakar Minyk (BBM) non-subsidi pada tanggal 24 Februari 2018 lalu. Kenaikan ini menyesuaikan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia sementara kurs Rupiah belum dapat menyeimbangkan kenaikan itu.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menjelaskan, kenaikan tersebut adalah langkah wajar yang dilakukan Pertamina sebagai korporasi untuk menyesuaikan harga. Dengan demikian, upaya itu akan membantu sisi finansial Pertamina di unit BBM non subsidi untuk menghindari kerugian.
Akan tetapi, soal beban Pertamina di unit BBM subsidi maupun BBM satu harga, Komaidi menyebut hal tersebut sebagai pokok permasalahan yang terpisah.
"Kalau konteksnya ke Pertamina apakah menutup BBM penugasan dan satu harga yang membebani mereka ini dua hal yang terpisah sebenarnya. Jadi tanpa adanya itu pun ini harus disesuaikan," ujarnya dalam diskusi Menelisik Kemampuan Pertamina dalam Mengelola Blok Migas Habis Kontrak, di Hotel Atlet Century, Jakarta, Senin (26/2/2018).
"Bukan untuk menutup premium yang tidak disesuaikan dan solar yang tidak disesuaikan serta satu harga yang dibebankan kepada Pertamina," imbuh dia.
Namun, dia memandang kenaikan BBM non-subsidi sedikit meringankan beban Pertamina lantaran harga minyak terus naik. Apabila harga BBM non-subsidi tidak disesuaikan, maka dipastikan beban finansial perusahaan migas negara itu makin berat.
"Jadi intinya ada dua masalah, subsidi penugasan bermasalah, kalau masalah ini ditambah masalah baru yang non-subsidi tidak dinaikkan kan ada dua masalah. Berarti masalah makin besar. Tetapi yang di sini tidak menyelesaikan masalah yang di sana, hanya tidak menambah masalah" ujar dia.
Sekadar informasi, Pemerintah menaikan harga BBM non-subsidi terhitung sejak 24 Februari 2018 lalu, mulai dari Rp300 per liter hingga Rp750 per liter. Tercatat, harga Pertamax naik Rp300 per liter menjadi Rp8.900 per liter dari harga sebelumnya Rp8.600 per liter.
Untuk harga minyak acuan Brent (ICE) berkisar USD67,31 per barel, WTI Crude Oil berada di harga USD63,55 per liter. Sedangkan kurs Rupiah berada di angka Rp13.685 per USD.
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Herman Khaeron menyebut langkah yang diambil Pertamina untuk menaikan harga BBM non-subsidi sesuai dengan mekanisme pasar.
"Kalau berhitung pada mekanisme pasar ya formulasinya seperti itu, ketika harga internasionalnya naik, harga pasarnya naik. Nunggu kenaikan rata-rata satu bulan, kalau tidak turun lagi dan dihitung dari harga penetapan sebelumnya ya hitungan liberalnya wajar," ujarnya.