JAKARTA - Dengan pertimbangan korporasi dapat dijadikan sarana baik langsung maupun tidak langsung oleh pelaku tindak pidana yang merupakan pemilik manfaat dari hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pendanaan terorisme selama ini belum ada pengaturannya, pemerintah memandang perlu mengatur penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi.
Mengutip laman Setkab, Jakarta, Senin (12/3/2018), atas dasar pertimbangan tersebut, pada 1 Maret 2018, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Korporasi sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, meliputi: a. perseroan terbatas; b. yayasan; c. perkumpulan; d. koperasi; e. persekutuan komanditer; f. persekutuan firma; dan g. bentuk korporasi lainnya.
“Setiap Korporasi wajib menetapkan Pemilik Manfaat dari Korporasi, paling sedikir merupakan 1 (satu) personil yang masing-masing memiliki kriteria sesuai dengan bentuk Korporasi,” bunyi Pasal 3 ayat (1,2) Perpres ini.
Pemilik Manfaat dari Korporasi, menurut Perpres ini, merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria: a. memiliki saham lebih dari 25% pada perseroan terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar; b. memiliki hak suara lebih dari 25% pada perseorang terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar; c. menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% dari keuntungan atau laba yang diperoleh perseroan terbatas per tahun; d. memiliki kewenangan untuk mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi dan anggota komisaris; e. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perseroan terbatas tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun; f. menerima manfaat dari perseroan terbatas; dan/atau g. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham perseroan terbatas.
“Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud huruf e, huruf f, dan huruf g merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,” bunyi Pasal 4 ayat (2) Perpres ini.
Ketentuan yang hampir sama mengenai kriteria Pemilik Manfaat dari Korporasi juga berlaku untuk yayasan, perkumpulan, koperasi, persekutuan komanditer, persekutuan firma, dan bentuk korporasi lainnya.
Menurut Perpres ini, Korporasi menetapkan Pemilik Manfaat dari Korporasi berdasarkan informasi yang diperoleh melalui: a. anggaran dasar termasuk perubahan anggaran dasar, dan/atau akta pendirian Korporasi; b. dokumen perikatan pendirian Korporasi; c. dokumen keputusan RUPS, rapat organ yayasan, rapat pengurus, atau keputusan rapat anggota; d. informasi Instansi Berwenang; e. informasi lembaga swasta yang menerima penempatan atau pentransferan dana dalam rangka pembelian saham perseroan terbatas; f. informasi lembaga swasta yang memberikan atau menyediakan manfaat dari Korporasi bagi Pemilik Manfaat; g. pernyataan dari anggota direksi, dewan komisaris, Pembina, pengurus, pengawas, dan/atau pejabat/pegawai Korporasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya; h. dokumen yang dimiliki Korporasi atau pihak lain yang menunjuk orang perseorangan dimaksud merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham perseroan terbatas; I dokumen yang dimiliki oleh Korporasi atau pihak lain yang menunjukkan bahwa orang perseorangan dimaksud merupakan pemiliki sebenarnya dari dana atas kekayaan lain atau penyertaan pada Korporasi dan/atau j. informasi lain yang dapat dipertanggungjawaban kebenarannya.