JAKARTA - Toys 'R' Us Inc tengah mempersiapkan untuk menjual atau menutup total 885 gerai di Amerika Serikat (AS). Penurunan gerai ini, berisiko membuat Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) 33.000 pekerjanya.
Penutupan dilakukan setelah mereka gagal mencapai kesepakatan untuk merestrukturisasi utang miliaran dolar, setelah para pembeli pindah ke platform online seperti Amazon.com Inc (AMZN.O) dan anak-anak yang memilih gadget elektronik sebagai mainan.
Toys 'R' Us sendiri, telah berjuang untuk memberikan layanan utang dari pembelian senilai USD6,6 miliar oleh perusahaan ekuitas swasta KKR & Co LP (KKR .N) dan Bain Capital, serta investor real estat Vornado Realty Trust (VNO.N) pada 2005.
Baca Juga: Toys R Us Menutup Seluruh Toko di AS
Toys 'R' Us telah menutup seperlima dari gerai di Amerika sebagai bagian dari upaya untuk keluar dari salah satu kebangkrutan terbesar yang pernah ada pada sektor pengecer khusus.
Sayangnya, kreditor memutuskan bahwa mereka bisa mendapatkan lebih banyak uang dari melikuidasi aset penjual mainan terbesar Amerika Serikat, dan salah satu yang paling dikenal di dunia tersebut, daripada mendorong perusahaan untuk tetap hidup.
Perusahaan tersebut, diperkirakan akan mengajukan banding ke pengadilan kebangkrutan dalam waktu dekat. Penutupan yang direncanakan dalam beberapa bulan mendatang, merupakan pukulan bagi generasi konsumen dan ratusan pembuat mainan yang menjual produk di rantai tersebut, termasuk pembuat Barbie Mattel Inc (MAT.O), perusahaan game Hasbro Inc (HAS.O) dan vendor besar lainnya seperti Lego.
Di Inggris, 75 toko 'Toys' R 'Us yang tersisa akan ditutup dalam waktu enam minggu, setelah mereka tidak dapat menemukan pembeli untuk semua atau sebagian bisnis yang mengakibatkan hilangnya sekitar 3.000 pekerjaan.
Baca Juga: Toys R Us Tutup 180 Toko di Amerika
Chief Executive Toys 'R' Us David Brandon mengatakan kepada staf mereka di AS tentang kemungkinan penutupan. Upaya untuk merestrukturisasi runtuh bulan ini, setelah kreditur memutuskan tidak melakukan rencana reorganisasi yang jelas. Meski begitu, mereka yakin dapat pulih kembali dengan menutup gerai dan mengumpulkan uang dari penjualan barang dagangan.
Data dari International Council of Shopping Centres mencatat, lebih dari 8.000 toko ritel AS tutup pada 2017, naik hampir dua kali lipat dibandingkan penutupan toko tahunan dalam dekade sebelumnya.