JAKARTA - Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu merilis data jumlah utang pemerintah Indonesia hingga akhir Februari 2018 yang mencapai Rp4.035 triliun. Posisi ini meningkat 13,46% dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp3.556 triliun.
Pengamat Ekonomi (Ekonom) Faisal Basri mengatakan, meskipun jumlah utang Indonesia membengkak, namun dirinya meyakini pemerintah tetap akan mampu membayar utang tersebut. Akan tetapi ada beberapa alokasi anggaran yang akan dikurangi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Anggaran yang akan sangat mungkin dikurangi adalah untuk kesehatan dan juga pendidikan. Kedua hal tersebut dinilainya menjadi yang paling mungkin mengingat jika utang negara terbengkalai maka Indonesia bisa di blacklist oleh lembaga survei dan negara-negara dunia.
"Jadi betul tapi pemerintah masih punya keleluasaan untuk bayar cicilan dan bunga tapi memang makin membebani tapi kalau porsi cicilan dan bunga itu naik maka uang untuk kesehatan makin turun, pendidikan juga makin turun, kesehatan dan pendidikan bisa diundur, cicilan dan bunga utang harus dibayar tepat waktu. maka utang akan semakin membebani," ujarnya saat ditemui di Epicentrum, Jakarta, Jumat (16/3/2018).
Namun lanjut Faisal Basri, dirinya meminta kepada pemerintah untuk berhati hati terhadap utang. Pasalnya, utang Indonesia dinilai sangat rawan karena sebagian besar merupakan berbentuk obligasi yang didominasi oleh asing
"Harus anda tanyakan beda utang zaman dulu dengan sekarang, kalau orba defisit APBN juga, zaman orba defisit APBN ditutup dengan utang luar negeri, jadi bilateral maupun multilateral seperti ke bank dunia, pemerintah AS dan pemerintah Jepang. Jadi utangnya terukur, bayarnya kapan, bunganya berapa, sekarang sebagian besar utang pemerintah itu dalam bentuk obligasi," jelasnya.
Menurut Faisal, banyaknya obligasi yang dipegang oleh asing membuat kedaulatan pemerintah dalam menentukan dan membuat planning terhadap perekonomiannya berkurang. Karena asing bisa dengan bebasnya menjual obligasi tersebut kepada negara yang dinilai lebih menarik.
"Dan obligasi pemerintah itu dipegang oleh asing, obligasi itu sewaktu-waktu bisa dijual, enggak seperti utang bilateral maupun multilateral. Kalau asing melihat Afsel bagus nih returnnya, dia jual di Indonesia dia beli obligasi di Afrika Selatan. Yang menarik adalah seberapa pemerintah punya keleluasaan utk menjaga Indonesia ini adalah satu satunya di dunia yang surat utangnya separuh dipegang asing," ucapnya.
Belum lagi, pemerintah Amerika Serikat juga berniat menaikan suku bunganya sebanyak 3 kali. Jika hal tersebut terjadi, maka Indonesia akan terancam karena uang Bond yang sebelumnya masuk ke Indonesia akan beralih semua ke Amerika Serikat.
"Kalau enggak ada apa apa enggak ada masalah. Tapi ini tiba-tiba AS berniat naikkan suku bunga atau Fed rate lebih dari 3 kali, semua pada lari ke AS kan, pemerintah Indonesia bilang ini sepenuhnya gara-gara faktor global padahal di lingkungan kita juga banyak virus bergantung daya tahan kita," jelasnya.
(Fakhri Rezy)