Calon Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo Dicecar soal Rupiah dan Utang Luar Negeri

Yohana Artha Uly, Jurnalis
Selasa 27 Maret 2018 16:25 WIB
Foto: Dody Budi Waluyo (Yohana/Okezone)
Share :

JAKARTA - Usai memaparkan visi, misi dan strategi bila terpilih menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo pun mendapat banyak pertanyaan dari Komisi XI DPR RI. Adapun Dody merupakan kandidat pertama yang diuji dari tiga calon yang ada.

Setidaknya ada 13 anggota DPR Komisi XI yang bertanya dengan total lebih dari 25 pertanyaan kepada Dody. Fokus pertanyaan terkait kebijakan Dody untuk bisa menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, terlebih kini Rupiah dalam tren terdepresiasi terhadap Dolar Amerika Serikat.

"Gonjang-ganjing nilai tukar Rupiah, ada prediksi akan capai angka Rp14.000. Selaku yang sudah paham moneter, apakah ini hanya pengaruh eksternal atau ada ada pengaruh internal? Apa strategi dan langkah-langkah untuk meredam?," tanya Anggota Komisi XI Fraksi PDIP, Agung Ray, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (27/3/2018).

 Baca Juga: Ujian Gubernur BI Baru: Tahun Politik hingga Inflasi

Hal ini pun dikatakan, anggota Komisi XI lainnya, Herry Gunawan dari Fraksi Gerindra, yang menyatakan nilai tukar Rupiah bisa jadi beban fiskal. "Hari ini jelas Rupiah bertengger diatas yang kita sepakati bersama, ini kan jadi beban fiskal," ujar dia.

"Tentang nilai tukar Rupiah, kekhawatiran bisa di angka Rp15.000 apa saran kongkret Bapak kepada Gubernur BI atau kepada Menteri Keuangan untuk stabilkan nilai Ruppiah ini?," Anggota Komisi XI Fraksi PPP Nurhayati.

Menganggapi hal ini, Dody menyatakan, nikai tukar Rupiah yang kini berada di level Rp13.800 per USD sudah terlalu tinggi atau mahal bagi fundamental Indonesia.

"Sudah pasti Rp13.800 itu terlampau tinggi atau mahal untuk kita. Kita tidak di level itu," jawab Dody.

 Baca Juga: DPR Putuskan Deputi dan Gubernur BI Baru Rabu Malam

Dia pun memaparkan, pelemahan Rupiah karena faktor eksternal, khususnya kondisi ekonomi AS yang berdampak pada ekonomi regional. Likuiditas valuta asing (valas) yang ada di Indonesia pun, kata dia, menjadi tantangan dari pelemahan Rupiah.

"PR-nya mengenai likuiditas valas melihat kondisi suplay demand valas, gambaran paling mudah lihat ekspor dan impor valas, neraca berjalan selalu diposisi minus, defisit. Defisit berlangsung terus. Demand valas lebih tinggi dari pada suplay dan nilai tukar kita cenderung lemah," jelas dia.

Kendati demikian, Indonesia masih diuntungkan dengan pasar keuangan yang membaik. "Kita diuntungkan pasar keuangan baik dan aliran valas bentuknya portofolio investment dan fundamental ekspor impor naik," ujarnya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya