JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara tegas mengatakan bahwa kartu kredit pemerintah akan membuat transaksi kenegaraan lebih transparan karena pelaksanaannya akuntabel. Penjelasan tersebut merupakan jawaban atas kritikan mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli ke Menteri Keuangan Sri Mulyani soal kartu kredit pemerintah.
Rizal Ramli meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk meninjau ulang kebijakan tersebut. Dia menduga adanya potensi likuiditas missmatch dalam penggunaan kartu kredit tersebut.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti menjelaskan, seluruh transaksi kartu kredit terekam secara elektronik, dan dapat diverifikasi antar kuitansi dan rincian tagihan.
"Hal ini mengurangi transaksi fiktif atau penggunaan kuitansi palsu," ujarnya dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (27/3/2018).
Baca Juga: Penjelasan Sri Mulyani untuk Rizal Ramli agar Tak Bingung soal Kartu Kredit Pemerintah
Dia melanjutkan, pemerintah juga sudah meminimalkan risiko dari sisi penyalahgunaannya. Langkah mitigasi dilakukan dengan adanya pembatasan limit kartu kredit. Saat ini limit kartu kredit untuk operasional sebesar Rp50 juta dan untuk perjalanan dinas Rp20 juta.
Selain itu, pemerintah juga menunjuk administrator kartu kredit yang tugasnya memantau transaksi pemegang kartu kredit pada setiap periode tagihan dengan sistem yang disediakan bank penerbit.
"Apabila ditemukan ketidakwajaran, admin dapat meminta bank untuk memblokir kartu kredit," imbuh dia.
Baca Juga: Tak Cuma RI, Ini Negara yang Pakai Kartu Kredit APBN
Sekadar informasi, penggunaan kartu kredit Pemerintah saat ini dalam masa uji coba. Sekretariat Negara, KPK, PPATK dan Kementerian Keuangan telah menggunakan sejak November 2017.
Selanjutnya 81 satuan kerja dari 37 Kementerian/Lembaga akan menyusul.
"Jadi semua aspek dan risiko sudah dipetakan agar penggunaannya lebih berhati-hati dan prudent. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan likuiditas missmatch," tutup dia.
(ulf)
(Dani Jumadil Akhir)