JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah meninggalkan level 6.000 dan masih betah berada di angka 5.000. Indeks juga cenderung bergerak fluktuatif dipengaruhi oleh berbagai sentimen, terutama sentimen pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS).
Melihat kondisi tersebut, aksi buyback saham atau pembelian saham kembali oleh perusahaan yang menerbitkannya dinilai sebagai salah satu cara untuk menggairahkan indeks. Pada akhirnya, buyback dapat meningkatkan harga saham serta mendorong laju IHSG. Sebagai catatan, opsi ini hanya bisa dilakukan oleh emiten mencatatkan laba dan memiliki kas memadai.
Melihat ketentuan perusahaan tersebut, tentunya perusahaan yang memiliki status Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah emiten yang tepat untuk melakukan buyback dalam rangka mendongkrak indeks.
Akan tetapi, Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan, buyback saham oleh perusahaan BUMN belum dirasa perlu dilakukan. Sebab, pelemahan IHSG masih belum terlalu dalam.
"Buyback itu ketika saham jauh di bawah fundamental, contohnya di 2008. Sejauh ini belum, tapi bisa itu sebagai opsi kita. Kami belum mempertimbangkan untuk itu," uajrnya di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (9/5/2018).
Soal Rupiah, Kementerian BUMN juga belum memberikan instruksi kepada BUMN terutama yang menyimpan banyak dolar AS untuk melepas dolar AS mereka ke pasar sebagai upaya meredam pelemahan Rupiah. Intervensi pasar sepenuhnya diserahkan kepada Bank Indonesia.
"Rupiah itu kan kebijakan moneter," tutup dia.
<div class="vicon"><iframe width="480" height="340" src="https://video.okezone.com/embed/MjAxOC8wNC8yNS80LzExMTU1My8wLw==" sandbox="allow-scripts allow-same-origin" layout="responsive"></iframe></div>