4 Analisa 'Terbakarnya' Pasar Keuangan, Situasi Penuh Ketidakpastian

, Jurnalis
Jum'at 29 Juni 2018 13:15 WIB
Situasi pasar keuangan penuh ketidakpastian. (Foto: Okezone).
Share :

JAKARTA - Kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG), Kamis (28/6/2018) melemah 120,22 poin (-2,08%) menjadi 5.667,32, seiring dengan anjloknya indeks bursa-bursa saham regional di Asia. Saham-saham unggulan yang berada di kelompok LQ 45 juga anjlok 19,98 poin (-2,2%) menjadi 881,02.

Begitu juga dengan pasar valuta asing, di mana Rupiah mengalami kondisi tak berdaya melawan menguatnya Dolar AS, hingga terpelanting di kisaran Rp14.400 per USD.

Berikut fakta-faktanya:

1. Menurut Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada, IHSG dipengaruhi sentimen ketidakjelasan seiring dengan potensi terjadinya perang dagang antara AS dan China sehingga pelaku pasar mengamankan posisi untuk sementara waktu. IHSG pada perdagangan kemarin awalnya dibuka menguat.

Namun tak lama kemudian bergerak ke zona merah dan hingga sepanjang hari. Terkait Rupiah, Reza mengatakan, pergerakannya diperkirakan masih berpotensi kembali melemah seiring belum beranjaknya sentimen negatif.

Selain itu, secara psikologis pelaku pasar juga belum berpihak pada Rupiah. Dia memprediksi, Rupiah akan bergerak dengan kisaran support Rp14.425 dan resisten Rp14.378. Sinyal adanya kenaikan suku bunga acuan BI juga diakui oleh kalangan perbankan. Hal ini merujuk pada tekanan ekonomi global yang men depresiasi kurs Rupiah hingga di atas Rp14.200 per dolar AS.

2. Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja mengatakan, “Memang ini kondisi yang penuh ketidakpastian dan tantangan.”

Tekanan ekonomi eksternal, menurut Parwati, semakin kencang di pertengahan tahun ini karena konsensus pelaku pasar global yang semakin meyakini empat kali kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS The Fed tahun ini.

“Kemungkinan BI untuk menaikkan suku bunga acuan Rupiah sekali lagi sebesar 0,25% cukup besar peluang nya,” ujar Parwati.

 

3. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhis tira mengatakan, selain menaikkan suku bunga acuan, BI juga harus mengeluarkan kebijakan khusus untuk mencegah dampak pengetatan moneter ke pertumbuhan kredit perbankan.

“Bunga acuan akan naik 25 bps (0,25%), tetapi proyeksinya bisa naik 4-5 kali di tahun ini,” kata Bhima.

Bhima menyayangkan kinerja ekonomi dalam negeri yang masih di bawah ekspektasi. Dia mencontohkan neraca perdagangan Mei yang kembali defisit sebesar USD1,52 miliar dan melebarnya defisit transaksi berjalan. “Itu yang membuat pelaku pasar melakukan aksi jual di bursa saham dan pasar surat utang,” ungkap dia.

Dia berpendapat, pengaruh kenaikan suku bunga acuan yang akan ditetapkan sangat kecil dampaknya dan lebih bersifat temporer.

4. Hal senada disampaikan Ekonom Bank Permata Josua Pardede. Menurutnya, selain fokus dalam stabilisasi Rupiah dalam jangka pendek, yang harus dilakukan BI adalah memperketat kebijakan moneter dengan mempertimbangkan pelebaran defisit transaksi berjalan pada 2018 ke level 2,2- 2,3% terhadap produk domestik bruto (PDB).

“Pengetatan kebijakan moneter BI juga diperlukan serta mengoptimalkan bauran kebijakan dengan melonggarkan kebijakan makro prudensial,” ujarnya.

(Hafid fuad/Kunthy Fahmar Sandy/Oktiani Endarwati/ant/Koran Sindo)

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya