"Seorang investor itu, kalau US interest rate naik, mereka cenderung memindahkan dana di tempat yang bunganya tinggi. Itu naluri investor," jelas Jahja saat ditemui di Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis, (26/7/2018).
Pelemahan kurs juga tak hanya dialami Indonesia, kata dia, yuan yakni mata uang China, euro hingga poundsterling ikut melemah, imbas dari penguatan dolar AS.
"Jadi memang seperti itu, mood-nya di dunia sedang mencari interest yang naik dan memang akan lebih tinggi. Itu tak bisa dihindarkan, mau tidak mau, suka tidak suka BI memang terpaksa menaikan bunga," katanya.
Menurutnya, langkah BI menaikkan suku bunga acuan 100 bps pada bulan Mei dan Juni, serta menahan suku bunga acuan di level 5,25% pada bulan Juli, menjadi keputusan yang tepat. Jika tidak, kondisi kurs rRpiah akan bergerak lebih liar dan mempengaruh jumlah cadangan devisa lebih dalam.
"Kalau kemarin tidak dinaikkan (suku bunga acuan), Rupiah bisa lari ke mana-mana dan cadangan devisa kita bisa terkuras untuk menahan laju dolar AS. Memang seperti buah simalakama. Kalau dilihat ke depan situasi ini tidak selesai dalam waktu singkat," paparnya.