Semakin Menjamur, Ada 407 Fintech Abal-Abal di RI

Koran SINDO, Jurnalis
Senin 10 September 2018 10:40 WIB
Ilustrasi: Foto Shutterstock
Share :

JAKARTA – Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi mencatat jumlah perusahaan yang melakukan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi (fintech peer to peer lending) tak berizin mencapai 407 entitas.

Satgas menemukan sebelumnya ada 227 entitas fintech yang beroperasi tanpa izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan baru-baru ini otoritas juga kembali menemukan 182 entitas yang tidak terdaftar.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing mengatakan, entitas tak berizin tersebut melanggar ketentuan POJK 77/ POJK.01/2016 dan berpotensi merugikan masyarakat.

“Kami melakukan pemeriksaan pada website dan aplikasi di Google Play Store. Total fintech tanpa izin hingga kini mencapai 407 entitas,” ujar Tongam melalui keterangan di Jakarta.

 

Tongam menegaskan pihaknya meminta pihak fintech tersebut untuk segera menghentikan aktivitas pinjam meminjam. Selain itu juga diwajibkan untuk menghapus semua aplikasinya dalam pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Setelah itu pihak fintech harus menyelesaikan segala kewajiban kepada pengguna.

“Kami minta mereka semua untuk segera mengajukan pendaftaran ke OJK. Masyarakat juga jangan melakukan kegiatan dengan entitas yang tidak ber izin tersebut. Informasi mengenai entitas fintech yang terdaftar atau memiliki izin dari OJK dapat diakses di situs resmi OJK,” ujarnya.

Dari 227 aplikasi peer to peer lending tak berizin tersebut, ternyata dua platform telah punya izin dan terdaftar di OJK, yaitu Bizloan dan KTA Kilat. Bizloan merupakan aplikasi milik dari PT Bank Commonwealth sedang kan KTA Kilat merupakan milik dari PT Pendanaan Teknologi Nusa.

Terpisah, pengamat ekonomi dari Indef Bhima Yudhistira mengatakan, fintech ilegal berpengaruh negatif ke masyarakat dan bisa mengakibatkan berkurangnya kepercayaan terhadap layanan keuangan berbasis digital.

“Padahal basis layanan keuangan yang utama adalah kepercayaan,” ujar Bhima.

 

OJK bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika diharapkan bisa langsung memblokir aplikasi fintech yang belum terdaftar. Terlebih lagi fintech yang menerapkan bunga tinggi (predatory lending). Bima mengingatkan, kejadian bubble fintech di China harus menjadi pelajaran agar otoritas bertin dak lebih cepat.

“Bagi asosiasi fintech sendiri diharapkan mempercepat penerapan kode etik fintech dan menertibkan apabila ada anggota fintech yang belum terdaftar di OJK,” pungkasnya.

Data OJK mencatat sampai 4 September lalu jumlah perusahaan fintech peer to peer lending yang terdaftar atau berizin OJK mencapai 67 per usahaan. Jumlah perusahaan yang dalam proses pendaftaran 40 dan perusahaan yang menya takan berminat mendaftar 38 perusahaan.

Sementara hingga Juli, jumlah rekening penyedia dana (lender) peer to peer lending mencapai 135.025 entitas atau meningkat 33,77 % sejak awal tahun (year-todate/ ytd). Jumlah rekening peminjam (borrower) 1.430.357 entitas atau meningkat 450,91 % (ytd).

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya