Amazon Akan Investasi Rp14 Triliun di Indonesia

Koran SINDO, Jurnalis
Sabtu 22 September 2018 11:47 WIB
Uang Rupiah. Foto: Ilustrasi Shutterstock
Share :

JAKARTA – Perusahaan e-commerce asal Amerika Serikat (AS) Amazon.com dipastikan bakal memasuki pasar Indonesia.

Tak tanggung-tanggung, perusahaan besutan Jeff Bezos itu akan menanamkan investasi hingga Rp14 triliun dalam 10 tahun ke depan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perwakilan Amazon.com telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Hanoi, Vietnam, beberapa waktu.

“Hari ini (kemarin) pihak Amazon bertemu kembali dengan Presiden dan mengungkapkan minat mereka berinvestasi di Indonesia, nilainya sekitar USD1 miliar (sekitar Rp14 triliun),” ujar Sri Mulyani di Jakarta.

Menurut Sri Mulyani, setelah pertemuan tersebut pihaknya mendapat arahan untuk menyelesaikan berbagai langkah yang bisa memungkinkan Amazon merealisasi investasinya. Mengenai model bisnisnya, menurut Sri Mulyani, akan dimulai secara baik dari sisi layanan i-cloud atau komputasi awan.

Untuk mendukung rencana tersebut, Kementerian Keuangan telah menyelesaikan beberapa isu mengenai perpajakan. “Dan sepertinya sudah mau selesai semuanya,” kata mantan Managing Director Bank Dunia itu. Sri Mulyani memastikan, raksasa e-commerce Negeri Paman Sam itu akan berinvestasi dalam bentuk capital investment dan operational expen diture (opex).

“(Investasi) dalam bentuk capital investment dan opex. Investasi dalam bentuk i-cloud computing ,” ungkapnya. Amazon dikenal sebagai perusahaan yang memiliki lini bisnis mulai dari e-commerce, cloud computing (komputasi awan) hingga berbagai layanan lain berbasis internet.

Perusahaan yang berasal dari Seattle, AS, itu didirikan Jeff Bezos pada 5 Juli 1994. Amazon berhasil menjadi raksasa ritel internet terbesar dari sisi kapitalisasi pasar dan pendapatan. Akan tetapi Amazon kalah dari Alibaba Group dalam total penjualan.

Pada 2016 silam, kapitalisasi pasar Amazon mencapai USD427 mi liar, sedangkan Alibaba USD264,9 miliar. Amazon.com berawal dari toko buku online yang kemudian melakukan diversifikasi dengan menjual furnitur, makanan, mainan anak, dan perhiasan. Mereka juga menjual berbagai produk lain.

Khusus untuk konsumen menengah ke bawah, Amazon fokus dengan Amazon Basics. Perusahaan ini juga memisahkan situs ritel untuk AS, Inggris, Irlandia, Prancis, Kanada, Jerman, Italia, Spanyol, Belanda, Australia, Brasil, Jepang, China, India, Meksiko, Singapura, dan Turki.

Pada 2015, nilai kapitalisasi pasar Amazon lebih berharga daripada Walmart. Pada 4 September lalu, nilai perusahaan Amazon mencapai USD1 triliun dan tetap menduduki peringkat kedua setelah Apple sebagai perusahaan paling bernilai di dunia.

Total pendapatan Amazon pada 2017 mencapai USD117,86 miliar (Rp1.751 triliun) dengan total pegawai mencapai 566.000 orang. Kesuksesan Amazon juga mampu mengantarkan pendirinya, Jeff Bezos, menjadi salah satu orang terkaya di dunia.

Majalah Forbes melaporkan Bezos sebagai orang terkaya pada sejarah modern dengan nilai kekayaan USD150 miliar (Rp2.228 triliun) per Juli 2018. Kekayaannya terus bertambah karena kesuksesan Amazon yang terus meraih keuntungan.

Tak berhenti pada Amazon, Bezos juga mendirikan perusahaan antariksa bernama Blue Origin pada 2000. Misinya adalah mengirimkan manusia ke antariksa. Dia juga mengelola investasi bisnis melalui Bezos Expeditions.

Kompetisi Jangka Panjang

Menanggapi rencana masuknya Amazon.com ke Indonesia, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Peritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan, kehadiran perusahaan asal AS itu tidak akan berpengaruh banyak terhadap daya beli dan konsumsi ritel masyarakat di dalam negeri.

Setidaknya pengaruh tersebut tidak akan dirasakan dalam waktu dekat. “Sebab peritel online di Indonesia juga sudah banyak akrab di masyarakat kita. Jadi nanti tinggal kompetisi dan kuat-kuatan saja,” ujar Tutum kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin. Menurutnya, saat ini peritel konvensional sudah banyak beralih memanfaatkan teknologi digital.

Hal ini menjadi keunggulan tersendiri karena peritel lokal menguasai seluk-beluk maupun karakter belanja masyarakat Indonesia. Dia berpendapat, rencana Amazon tersebut tidak harus dilihat dalam waktu dekat, melainkan dalam jangka panjang.

“Barangkali kalau jangka panjang bisa kelihatan pengaruhnya. Apalagi untuk waktu dekat dalam kurun waktu dua tahun,” ujar dia. Tutum menambahkan, kondisi pasar ritel Tanah Air diperkirakan meningkat pada akhir tahun kendati meningkatnya tidak signifikan.

Kondisi tersebut terlihat dari pola belanja masyarakat pada Lebaran lalu yang peningkatannya tidak seperti yang diperkirakan. “Belanja masyarakat kita banyak tertahan. Ada banyak faktor penyebab, mulai dari nilai kurs yang melemah, kondisi politik menjelang pemilihan presiden dan sebagainya,” sebut dia.

Sementara itu pakar marketing Yuswohady mengatakan, rencana masuknya peritel raksasa Amazon akan mengubah karakter belanja masyarakat Indonesia dari konvensional menjadi digitally. Apalagi dengan brand yang sangat kuat sekelas Amazon yang sudah mampu mengimbangi Google dan Microsoft.

Kehadiran Amazon juga dipastikan menambah sengit per saingan di industri e-commerce Tanah Air. Pasalnya di industri ini sebelumnya sudah masuk investor-investor besar dari luar negeri melalui suntikan modal cukup besar di beberapa perusahaan berbasis online. “Lagi-lagi kita hanya akan menjadi pasar.

Memang peritel online sudah menjamur dan mulai dikenal masyarakat kita. Namun, patut diingat, Amazon ini ada di semua lini dengan nilai kapitalisasi yang sangat besar,” ujarnya.

Menurut Yuswohady, bukan tidak mungkin dalam jangka lima tahun ke depan Amazon bisa mencaplok ritel-ritel besar konvensional yang beroperasi saat ini dan memadukannya dengan pasar digital online. “Kapitalisasi besar, brand kuat, dan globally brand. Ditambah kelas masyarakat kita yang berusia muda cenderung mencari karakter belanja yang mudah di era online . Apalagi yang kurang,” ungkapnya.

Dia menambahkan, kondisi tersebut bisa berakibat fatal jika tidak diantisipasi dengan batasan-batasan operasional mereka di dalam negeri. “Pemain besar seperti Amazon ini hampir sama dengan Google. Kapitalisasinya besar, ujung-ujungnya deviden keluar juga dalam bentuk dolar nantinya,” sebut dia.

(Ichsan Amin/ Andika Hendra)

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya