JAKARTA - PT Freeport Indonesia (PTFI) menyatakan akan menyelesaikan pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan konsentrat (smelter) usai seluruh kesepakatan dengan pemerintah rampung. Saat ini, pembahasan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Freeport Indonesia yang permanen masih belum rampung.
Perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini memiliki kewajiban membangun smelter yang harus selesai pada Oktober 2022. Dalam periode 15 Februari-15 Agustus 2018 progress pembangunan smelter meningkat 2,5%.
Secara kumulatif, progres pembangunan smelter baru 4,9% dari yang ditargetkan mencapai 5,8% hingga Agustus 2018. Kendati demikian, telah memenuhi ketentuan minimal 90% progres dalam enam bulan untuk bisa tetap mengekspor konsentrat.
Baca Juga: Kuasai 51% Saham, Jajaran Direksi Freeport Indonesia Segera Dirombak
"Kita kan masih berunding dengan pemerintah, ada kesepakatan-kesepakatan yang diselesaikan dulu baru kita menyelesaikan pembangunan smelter," ujar Vice President Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (1/10/2018).
Pemerintah memang baru saja mendapatkan kesepakatan terkait divestasi 51% saham Freeport Indonesia. Melalui PT Indonesia Asahan Alumunium Persero (Inalum), induk holding BUMN tambang, telah melakukan penandatanganan Sales Purchase Agreement (SPA) dengan Freeport McMoran Inc pada 27 September 2018.
Kendati demikian, Freeport Indonesia saat ini belum mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang permanen. IUPK yang dipegang Freeport Indonesia hanya sementara yang diperpanjang setiap bulannya hingga divestasi selesai. Terakhir IUPK diperpanjang hingga 30 September 2018.
Dalam kesepakatan awal, Freeport Indonesia dipastikan akan mendapat perpanjangan masa operasi maksimal 2×10 tahun hingga tahun 2041 sebagaimana memang diatur dalam IUPK.
Baca Juga: Indonesia Kuasai Freeport, Presiden: Divestasi Dilakukan Secara Transparan
"Kan kesepakatan kita dengan pemerintah bukan divestasi saja. Ada kelangsungan operasi sampai 2041. Jadi itu semua harus dalam satu kesepakatan," jelasnya.
Freeport Indonesia memang sudah melakukan studi pembangunan smelter, meski belum ada pembangunan fisik. Rencananya pembangunan akan dilakukan di Gresik, Jawa Timur.
Meski demikian, masih terdapat opsi untuk membangun smelter bekerja sama dengan PT Amman Mineral Nusa Tenggara di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun opsi ini masih perlu pembahasan lebih lanjut.
"Dengan Amman itu masih ada opsinya, tapi belum jalan juga kan, jadi menunggu kesepakatan ini (IUPK) selesai dengan pemerintah," katanya.
Untuk diketahui, Freeport Indonesia telah memiliki satu smelter di Gresik yang beroperasi sejak tahun 1998 dengan mengolah 40% hasil tambang Freeport. Ketentuan pemerintah, perusahan tambang di Papua itu harus 100% mengolah hasil tambang, sehingga dibutuhkan membangun smelter baru untuk memenuhi yang 60%.
"Jadi enggak bisa divestasi duluan, semua satu kesepakatan. Setelah sepakat semua, kita baru lakukan pembangunan fisik smelter," pungkasnya.
(Feb)
(Rani Hardjanti)