Jaga Likuiditas Perbankan, Bank Indonesia Siapkan 2 Strategi

Koran SINDO, Jurnalis
Rabu 21 November 2018 10:06 WIB
Bank Indonesia (Foto: BI)
Share :

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyatakan tingkat likuiditas sudah cukup terjaga di industri perbankan. BI juga akan mengatasi distribusi likuiditas yang tidak merata antar perbankan dengan dua cara pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) yang akan dilakukan kenaikan rasio averaging menjadi 3%.

”Ini bukan GWM-nya, tapi pemenuhannya. Jadi, artinya stance kebijakan moneter dari GWM tidak berubah. GWM yang sebesar 6,5% tidak berubah, tapi cara pemenuhannya yang berubah,” ujar Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo di Solo, Jawa Tengah.

Dengan demikian, GWM yang tadinya sebesar 2% menjadi 3%. Artinya, likuiditas harian di perbankan menjadi ada tambahan sekitar 1% sehingga menjadi leluasa bagi perbankan melakukan pengelolaan.

Baca Juga: Data Perbankan Agustus 2018, CAR dan NPL Aman kecuali DPK Terkoreksi

Cara lainnya, yakni penyangga likuiditas makroprudensial atau PLM harus dipenuhi 4% dengan cara dijaga melalui Surat Berharga (SBN) sehingga bisa digunakan untuk underlying repo. Dengan demikian, perbankan bisa mengatur likuiditasnya menjadi lebih baik.

”Over all kita lihat ekonomi membaik. Fiskal juga membaik di tahun ini,” ungkapnya. Selain itu, nilai tukar rupiah bergerak sesuai dengan mekanisme pasar dan mendukung proses penyesuaian sektor eksternal dalam menopang kesinambungan perekonomian.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman menuturkan, pada November 2018, rupiah menguat dipengaruhi aliran masuk modal asing yang dipicu kondisi perekonomian domestik tetap kondusif, kebijakan pendalaman pasar keuangan, dan pengaruh sentimen posi - tif dari hasil pemilu di AS.

Baca Juga: Suku Bunga Acuan Naik, BI: Tidak Akan Pengaruhi Tingkat NPL

Penguatan rupiah juga dipengaruhi sempat meredanya ketegangan dagang antara AS dan China. Dengan perkembangan tersebut, sampai 14 November 2018 secara year to date(ytd) rupiah terdepresiasi 8,25% atau lebih rendah dari Turki, Afrika Selatan, India, dan Brasil.

Dengan melihat kondisi ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi yang masih di atas 5% dan inflasi terjaga di sekitar 3%, seharusnya rupiah masih bisa lebih menguat.

”Ke depan, BI terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah- langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya,” kata Agusman.

BI juga akan menjaga bekerjanya mekanisme pasar dan didukung upaya pengembangan pasar keuangan. Salah satu upaya BI, yakni memberlakukan transaksi domestic non deliverable forward (DNDF), alternatif instrumen yang memungkinkan bank dengan nasabah atau pihak lain melakukan transaksi lindung nilai (hedging) atas risiko nilai tukar.

Transaksi tersebut diharapkan mampu mendukung upaya stabilitas nilai tukar rupiah melalui penyediaan alternatif instrumen. Kebijakan BI untuk meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah dengan menawarkan produk lindung nilai atau DNDF didukung oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga).

Baca Juga: Kejutan dari BI, Suku Bunga Acuan Naik 0,25%

Produk terbaru ini ditujukan bagi para nasabah dan mitra bisnis yang memiliki eksposur terhadap risiko nilai tukar rupiah. Direktur Treasury and Capital Market CIMB Niaga, John Simon mengungkapkan, di tengah fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD), para pelaku ekonomi membutuhkan alternatif produk lindung nilai untuk memitigasi risiko kerugian akibat pergerakan nilai tukar di masa mendatang.

”Kami menyambut baik kebijakan BI tentang DNDF tersebut dan siap memfasilitasi nasabah kami untuk me manfaatkan instrumen lindung nilai terbaru ini,” kata John.

Dia menjelaskan, DNDF merupakan instrumen lindung nilai yang disediakan BI pada perbankan untuk bisa menawarkan transaksi forward bagi nasabah dengan penyelesaian transaksi secara fixingdalam mata uang rupiah di pasar valuta asing dalam negeri.

Baca Juga: Bank Indonesia Lakukan Pelonggaran GWM demi Likuiditas Perbankan

Mekanisme fixing lebih menguntungkan, karena nasabah maupun bank tidak perlu memindahkan seluruh dana pokok, melainkan hanya selisih kurs transaksi forward dan kurs yang dijadikan sebagai acuannya.

Selain menguntungkan bagi nasabah dan bank, kata dia, dengan sistem DNDF stabilitas nilai tukar rupiah lebih terjaga. ”Dengan demikian, nasabah yang memanfaatkan fasilitas ini juga turut berkontribusi mewujudkan hal itu,” ungkap dia.

Bank CIMB Niaga telah mulai melakukan transaksi DNDF, baik di interbank maupun dengan nasabah sejak awal November 2018. Dengan tersedianya DNDF, produk hedging yang ditawarkan Bank CIMB Niaga kepada nasabah semakin bervariasi. ”Kami akan terus menyediakan produk-produk yang relevan guna mendukung usaha nasabah agar terus berkembang,” tutur John.

(Feby Novalius)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya