Meramal Ekonomi RI 2019, dari Suku Bunga hingga Defisit Transaksi Berjalan

Taufik Fajar, Jurnalis
Rabu 28 November 2018 13:02 WIB
Foto: Taufik Okezone
Share :

JAKARTA - Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) Adrian Panggabean memperkirakan suku bunga acuan Amerika Serikat atau Fed Fund Rate (FFR) pada tahun depan akan naik dua sampai tiga kali dan posisi defisit transaksi berjalan belum membaik secara signifikan.

"Maka Bank Indonesia (BI) diprediksi akan menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-DRRR), ke arah 6,50-6,75%," ujarnya di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Rabu (28/11/2018).

 Baca Juga: BI Naikkan Suku Bunga Acuan 0,25% Jadi 6%

Dia menjelaskan, kenaikan suku bunga acuan tersebut akan menyebabkan berkurangnya likuiditas di sistem keuangan domestik, naiknya long-term rates, sehingga volatilitas pasar finansial tahun depan akan lebih tinggi dari tahun ini. Prospek bergerak naiknya long term rates berpotensi mengurangi aktivitas pembiayaan lewat pasar modal.

"Bila suku bunga acuan BI terus bergerak naik ke arah 6,50%-6,75%, saya memperkirakan rata-rata yield obligasi tenor 10 tahun akan berada di kisaran 8,5% di 2019, atau naik sekitar 100 basis poin (bps) dari rata-rata di 2018," tuturnya.

Baca Juga: Presiden Jokowi: BI Tunjukkan Taring dengan Naikkan Suku Bunga

Dia menambahkan, bahwa faktor lain yang turut memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan adalah kebijakan fiskal pemerintah yang tidak ekspansif.

Hal ini juga merupakan konsekuensi dari rendahnya nasabah pajak atau tax ratio yang kemudian di aksentuasi oleh efek kebijakan suku bunga dalam menjaga nilai rupiah namun berdampak pada pelemahan dinamika sektor riil.

"Di sisi lain tingkat inflasi sepanjang 2019 diperkirakan akan tetep rendah. Saya melihat baik headline inflation maupun core inflation tahun depan akan berada di bawah median target BI," ungkapnya.

 Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2019 Diramal Tak Sampai 5%

Dia menuturkan, sejalan dengan telah naiknya suku bunga acuan sebanyak 175 bps sejak Mei 2018, ditambah dengan harapan bahwa pemerintah akan melakukan rescheduling temporer terhadap sejumlah proyek-proyek infrastruktur untuk menjaga defisit transaksi berjalan yang telah sangat lebar, maka tekanan impor diperkirakan akan mulai berkurang di 2019.

"Saya melihat defisit transaksi berjalan (CAD), di 2019 kemungkinan besar akan lebih rendah dibanding 2018. CAD diperkirakan akan berada di kisaran 2,5% dari PDB," pungkasnya.

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya