Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mendorong konversi batu bara sebagai pengganti LPG untuk mengurangi impor. Tak hanya itu, pengembangan energi baru terbarukan sebagai energi lokal harus ditingkatkan sebagai pengganti BBM.
”Potensi renewable energy itu besar, tapi pemanfaatan energi masih sedikit. Untuk itu, perlu terus didorong,” katanya.
Dia mengatakan, konversi batu bara menjadi LPG dan pengembangan energi baru terbarukan diyakini akan membantu menurunkan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Pasalnya, CAD tahun ini akan mendekati USD28 miliar lebih tinggi dibandingkan tahun lalu sebesar USD17,5 miliar.
”Untuk mengurangi itu, sekarang kita sudah masuk ke B20. Jika kita melakukan pemurnian dan memanfaatkan local content, CAD kita bisa single digit pada 2019,” ujarnya.
Luhut menjelaskan, implementasi biodiesel 20 persen (B20) dapat menghemat biaya impor mencapai USD10 miliar. Selain itu, pemerintah juga tengah mengembangkan lithium battery di Kawasan Ekonomi Khusus Morowali, Sulawesi Tengah, dengan nilai investasi sebesar USD4 miliar.
”Proyek ini ditargetkan bisa selesai dalam setahun dan akan menjadi produsen lithium battery terbesar di dunia,” kata dia. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyatakan kesiapannya bersinergi dengan perusahaan batu bara untuk melaksanakan konversi batu bara menjadi pengganti LPG.
Potensi pasar DME, kata dia, cukup besar sehingga memungkinkan terciptanya industri dalam rantai suplainya. ”DME hadir sebagai salah satu opsi pengganti LPG. Coal gas dapat menghasilkan DME yang mampu mengurangi konsumsi LPG,” kata dia. Bahkan, baru-baru ini Pertamina bekerja sama dengan PT Bukit Asam (Persero) Tbk untuk melakukan gasifikasi batu bara. (Nanang Wijayanto)
(Dani Jumadil Akhir)