JAKARTA – Pemerintah terus mendorong gasifikasi batu bara guna mengurangi impor liquefied petroleum gas (LPG). Hal itu dapat dilakukan dengan cara mengonversi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai bahan bakar pengganti LPG.
”DME ini memiliki prospek yang baik di masa mendatang. Kita akan menyiapkan sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan bahan bakar LPG,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di acara Pertamina Energy Forum 2018, di Raffles Hotel, Jakarta.
Menurut dia, konsumsi LPG di Indonesia memang besar. Jonan menyebut konsumsi LPG tahun ini bisa mencapai 6,7-6,8 juta metrik ton per tahun. Sedangkan untuk tahun depan diproyeksikan konsumsi LPG meningkat 200.000-300.000 metrik ton. Angka itu melebihi target kuota dalam APBN 2018 sebesar 6,45 juta metrik ton.
”Dari situ sekitar 70% itu dari impor. Saya ditanya, gas kita banyak kenapa impor karena gas kita itu kering sehingga komponennya tidak bisa dibuat LPG,” katanya.
Baca Juga: Proyek Gasifikasi Batu Bara Diklaim Turunkan 70% Impor LPG Pertamina
Sebab itu, kata Jonan, perlu didorong untuk melakukan gasifikasi batu bara sebagai pengganti LPG. Pihaknya merinci impor LPG per tahun yang dilakukan PT Pertamina (Persero) mencapai USD3 miliar atau Rp50 triliun.
”Oleh sebab itu, batu bara harus dibikin menjadi produk turunan yang menghasilkan nilai tambah. Kalau batu bara hanya digali dan dijual, tidak perlu sekolah pertambangan,” kata dia.
Untuk mewajibkan konversi batu bara menjadi bahan bakar LPG, kata dia, pemerintah akan membuat aturannya. Bahkan di Tiongkok, konversi batu bara sudah bisa dibuat menjadi bahan bakar avtur untuk pesawat terbang.
”Jadi ini yang akan kita dorong. Mungkin kita akan mandatkan dengan satu dan lain cara bahwa coal harus diubah menjadi DME,” ujar Jonan.
Baca Juga: Pertamina-PTBA Gandeng Perusahaan AS Kembangkan Batu Bara
Tak hanya itu, Jonan juga mendorong pengurangan impor bahan bakar minyak. Pihaknya menyebut produksi minyak Indonesia sebesar 775.000 barel per hari jauh di bawah konsumsi BBM sebesar 1,3 juta barel per hari. Sedangkan impor BBM untuk mencukupi kebutuhan di dalam negeri mencapai 400.000 barel per hari.
”Sebab itu, kita perlu mendorong industrialisasi kendaraan listrik. Karena kendaraan listrik itu energinya dipakai dari lokal, seperti batu bara, gas alam, panas bumi, air, arus laut, biomasa, angin, dan sebagainya supaya kita bisa mengurangi impor BBM,” kata dia.
Dia memastikan, jika mobil listrik tidak jalan, impor BBM akan terus meningkat dua kali lipat pada 2025. Sebab itu, kebijakan terkait mobil listrik harus serius agar benar-benar dijalankan.
”Kalau seluruhnya sudah memakai mobil listrik, minyak bisa dijadikan petrokimia,” ujarnya.
Menurut dia, langkah- langkah tersebut merupakan tujuan pemerintah mewujudkan Indonesia sebagai negara industrialis tidak hanya sekadar berdagang. Oleh sebab itu, pemanfaatan energi lokal harus terus didorong menjadi produk-produk turunan dengan nilai tambah lebih tinggi.
”Negara ini terlalu besar jika mindset - nya hanya untuk berdagang saja, tapi harus didorong menjadi negara industri. Kalau negara industri itu sifatnya long term daripada berdagang semata,” kata dia.