Sri Mulyani Bawa Oleh-Oleh Hasil Pertemuan G20

Yohana Artha Uly, Jurnalis
Minggu 02 Desember 2018 19:05 WIB
Foto: Wapres Jusuk Kalla dan Menkeu Sri Mulyani di G20 (Dok. Facebook Sri Mulyani)
Share :

Kini sepuluh tahun berlalu, pertemuan G20 di Buenos Aires -Argentina berada dalam suasana yang berbeda. Menurutnya, kekompakan, kebersamaan dan kesepakatan bersama sepuluh tahun yang lalu antar negara, seperti menguap. Selain pemulihan ekonomi masih belum merata, kebijakan ekonomi antara negara semakin tidak sinkron dan tidak searah.

“Bahkan ketegangan terjadi akibat kebijakan konfrontasi perdagangan, normalisasi kebijakan moneter dan kenaikan suku bunga The Fed yang tidak disukai oleh Presiden AS Trump. Sehingga hal ini menimbulkan arus modal keluar dan gejolak nilai tukar di negara emerging, harga komoditas terutama minyak bumi yang naik turun seperti roller coaster, dan persaingan kebijakan pajak yang berlomba saling menurunkan (race to the bottom),” jelas dia.

Baca Juga: Jelang KTT G-20, Pelaku Pasar Masih Wait and See

 Meski demikian, Sri Mulyani menilai ada kemajuan penting dicapai melalui forum G20. Reformasi regulasi sektor keuangan dan perbankan sudah dilakukan yang diharapkan dapat mencegah terjadinya pemupukan resiko berlebihan di sektor keuangan. Selain itu ada kemajuan penting dalam kerjasama perpajakan antara negara dengan kerjasama memerangi penghindaran pajak melalui Base Erosion Profit Shifting (BEPS) dan Automatic Exchange of Information (AEOI), serta perpajakan ekonomi digital.

“Indonesia memanfaatkan kerjasama ini untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan meningkatkan basis pajak terutama pada kelompok “high wealth” yang selama ini mudah memanfaatkan tax haven dan kelonggaran regulasi antar negara,” katanya.

Namun, lanjut dia, banyak tantangan belum terjawab dan resiko besar masih melingkupi dan membayangi perekonomian dunia. Lonjakan utang di berbagai negara maju dan negara berkembang, juga kenaikan utang korporasi menimbulkan beban dan resiko ekonomi yang nyata.

(Dok. Facebook Sri Mulyani)

Dia menjelaskan, perang dagang antara negara melahirkan keinginan G20 untuk melakukan reformasi multilateral World Trade Organization (WTO). Tentunya, Indonesia harus menyiapkan materi dan posisi yang jelas, juga negosiator yang unggul dalam menghadapi era perang dagang bilateral dan melemahnya mekanisme solusi multilateral yang makin kompleks.

Selain itu juga kesiapan terkait ancaman dan peluang digital ekonomi terhadap kesempatan dan jenis kerja di masa depan terus menjadi perhatian G20, selain implikasinya terhadap kebijakan kenetagakerjaan, jaring pengaman sosial, dan perpajakan. Dunia akan semakin kompleks dan globalisasi serta kemajuan teknologi akan memberikan banyak kesempatan untuk maju dan mengejar ketertinggalan, namun juga menyajikan kerumitan dalam mengelola perekonomian dan sosial suatu negara.

“Indonesia harus makin keras dan cerdas dalam membangun perekonomian kita,” katanya.

Dia menilai, fokus Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membangun kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur adalah hal benar guna pemerataan dan peningkatan produktivitas dan daya kompetisi negara kita. Kata dia, Indonesia tetap perlu membangun kapasitas anak-nak bangsa dalam memahami dan menghadapi globalisasi ekonomi, perubahan teknologi dan dinamika geo-politik yang makin rumit dan menantang.

“Ini tantangan yang harus dihadapi dan dijawab oleh generasi milenial kita. Apakah anda semua bersedia menjawab tantangan ini?,” tandasnya. (yau)

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya