Di sisi lain dalam penetapan kuota rekrutmen juga akan memperhatikan kapasitas fiskal daerah. Menurutnya, hal ini penting mengingat pemerintah daerah (pemda) yang akan menggaji para PPPK.
“Iya ini sedang melihat apakah daerah mempunyai alokasi belanja pegawai yang masih ada. Kan kalau yang diterima banyak, tapi tidak bisa dibayar bagaimana? Daerah kan harus siap,” paparnya.
Pihaknya saat ini tengah mempersiapkan aturan teknis untuk rekrutmen. Menurutnya, hal ini tidak akan jauh berbeda dengan pengaturan seleksi CPNS. Hanya beberapa hal yang akan berbeda, salah satunya tingkat kesulitan seleksi.
“Kan tesnya juga tidak sesulit penerimaan CPNS. Jadi akan tetap ada tes SKB (seleksi kompetensi bidang) dan SKD (seleksi kompetensi dasar) tapi bentuknya berbeda. Jadi kalau mereka lulus itu langsung diterima,” katanya.
Baca Juga: Beredar Informasi Penerimaan Pegawai Kontrak dan CPNS 2019, BKN: Itu Hoax!
Menanggapi kebijakan BKN ini, pakar administrasi publik Universitas Padjajaran (Unpad) Yogi Suptrayogi mengatakan, langkah untuk memprioritaskan pekerja instansi mengikuti PPPK merupakan bentuk afirmasi.
Namun, dia tetap mengingatkan agar pemerintah tetap melakukan seleksi sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang (UU) Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Ini memang bentuk afirmatif, tapi tentu perlu tetap dilihat kompetensi dan profesionalitasnya,” tutur Yogi.
Dia pun menyebut guru memang harus diprioritaskan, mengingat jumlah yang akan pensiun cukup banyak. Meski demikian, perlu ditekankan kembali bahwa rekrutmen guru PPPK ini harus diatur secara detail. Tentunya juga untuk jabatan-jabatan lain yang akan direkrut dari PPPK.
“Guru PPPK ini seperti apa, perlu dijelaskan. Selain itu, masyarakat masih berpikiran PPPK sama dengan honorer. Padahal, kan berbeda. Saya pikir sosialisasi penting ya karena di Bandung yang dekat Jakarta masih ada yang tidak tahu PPPK. BKN harusnya bergerak,” katanya.
(Dita Angga)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)