Pengusaha Mamin Keluhkan Gula Lokal, Impor Tak Tergantikan

Koran SINDO, Jurnalis
Rabu 23 Januari 2019 11:04 WIB
Foto: Reuters
Share :

JAKARTA – Penggunaan gula rafinasi impor untuk industri makanan dan minuman (mamin) masih sulit digantikan gula lokal. Pemicunya, yakni suplai yang tidak teratur mengakibat kan pengusaha mamin memilih gula impor.

Ketua Asosiasi Industri Kecil dan Menengah Agro Suyono mengatakan, pengusaha mamin kelas kecil dan menengah pun masih sangat membutuhkan impor gula rafinasi bagi keberlangsungan usaha mereka.

Dia menjelaskan, ada tiga alasan gula rafinasi dari impor sulit digantikan gula lokal bagi industri mamin.

“Yang pertama, gula rafinasi itu tidak mengandung molasis, yaitu sampah mikro, bakteri, dan kuman, yang masih menempel di gula. Ketika ada molasis, makanan kami akan cepat kedaluwarsa,” ujar Suyono dalam rilisnya, kemarin.

 Baca Juga: Kondisi Stok Beras dan Gula Indonesia Aman

Suyono yang juga pengusaha dodol garut ini menjelaskan, jika menggunakan gula lokal, saat dodol diekspor ke Timur Tengah akan berjamur dan ke daluwarsa karena adanya bakteri tersebut.

Pasalnya, perjalanan ke Abu Dhabi saja bisa men capai 20 hari. Kondisi panas dalam kontainer membuat bakteri yang membusukkan makanan itu lebih cepat berkembang.

“Kita biasa ekspor dodol itu ke Abu Dhabi. Sampai di sana pasti jamuran kalau pakai gula lokal, karena di perjalanan bisa 20 hari dengan kondisi kon tai ner panas. Jadi, memang gula lokal tidak cocok untuk dodol,” tuturnya.

 Baca Juga: Tahun Depan RI Bakal Impor Garam dan Gula Industri

Sementara itu, jika menggunakan gula impor, dodol bisa bertahan hingga satu tahun karena tidak adanya molasis dalam kandungan gula.

Dia mengatakan, alasan kedua karena gula rafinasi selalu tersedia mulai dari Januari sampai dengan Desember. Sedangkan jika menggunakan gula lokal, mesti menunggu musim panen yang pasokannya tidak selalu tersedia.

Suyono juga mengeluhkan soal harga gula lokal bisa lebih mahal hingga Rp2.000 perkilogramnya dibandingkan gula rafinasi. Untuk itu, pengusaha lebih memilih gula rafinasi karena lebih murah.

  Baca Juga: Daya Saing Gula RI Kalah dari Filipina dan Thailand

Pilihan menggunakan gula rafinasi impor, katanya, tidak serta-merta menunjukkan para pengusaha antiproduk dalam negeri. Menurut Suyono, pengusaha siap membeli gula dalam negeri jika kualitasnya sudah sama dengan gula rafinasi. Industri, terutama UMKM, dihadapkan pada dilema harga gula impor yang lebih murah dan lebih berkualitas.

“Kami siap beli gula dalam negeri kalau kualitasnya sudah sama dengan rafinasi. Nasionalisme saya tidak perlu di pertanyakan lagi. Saya ini anak petani miskin asli Ciamis, saya juga ingin petani tebu Indonesia sejahtera,” ujarnya.

Sementara itu, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengungkapkan, menekan tingginya angka impor gula bukan pekerjaan mudah. Ini karena konsumsi dalam negeri sangat tinggi.

Pemangkasan impor gula hanya bisa dilakukan apabila produksi gula dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan nasional dengan kualitas baik. Ia berpendapat, jika produksi gula dalam negeri mampu memenuhia tau setidaknya mendekati angka kebutuhan, kebijak an impor gula dipastikan bisa ditekan.

Namun, untuk saat ini jika impor gula terus ditekan, imbasnya akan membuat harga gula di pasaran melambung. “Pada akhirnya, konsumen dan unit usaha UMKM yang menggunakan gula sebagai bahan produksinya akan menanggung kerugian,” katanya.

Banyak kalangan juga mengkritisi dengan usia mesin lebih dari 100 tahun akan muskil pabrik gula BUMN bisa menghasilkan gula berkualitas sesuai ke butuhan industri mamin.

Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Agus Pakpahan mengamini, beberapa industri memang membutuhkan impor gula sebagai bahan baku untuk produksinya.

Contohnya, industri mamin yang memerlukan gula dengan icumsa ren dah serta industri kesehatan yang membutuhkan gula khusus. Khusus untuk industri mamin, ia mengakui, keperluan memakai gula impor lebih karena harganya lebih terjangkau.

Selain itu, gula impor yang memiliki tingkat icumsa di kisaran 45 membuat tampilan makanan dan minuman jauh lebih baik. “Kalau icumsa gula rafinasi impor itu sekitar 45. Kalau gula lokal setelah diolah itu masih sekitar 300 icumsa. Raw sugar malah icumsa-nya bisa sampai 1.200,” ujarnya.

Dalam undang-undang pun penggunaan gula impor untuk industri mamin telah di amanatkan. Hal inilah membuat penggunaan gula impor untuk mamin sah-sah saja.

Hanya saja, bukan berarti gula lokal tidak mampu menghasilkan produk mamin yang kualitasnya setara dengan produk yang memakai gula impor. Penggunaan gula impor tetap pada pertimbangan harga dan tingkat icumsa yang lebih rendah.

“Karena pernah dulu waktu tahun 2009, ketika harga gula dunia sedang naik, industri mamin akhirnya memakai gula lokal. Bisa itu,” ungkap Agus.

Namun, khusus untuk industri kesehatan, penggunaan gula khusus dari impor memang tidak bisa tergantikan. Karena beberapa komposisinya yang tidak bisa didapati pada gula lokal biasa. (Sudarsono)

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya